HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – Banjir merendam dua desa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (16/03/2025).
Dua desa yang terdampak yaitu Desa Lalampu dan Desa Labota. Banjir terjadi usai hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah tersebut.
“Terdapat 30 rumah di Desa Lalampu terdampak. Selain itu 3 tiang listrik roboh di Desa Labota,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Sulteng, Akris Fattah Yunus.
Kecamatan Bahodopi dikenal sebagai salah satu daerah sentral industri pertambangan nikel di Sulawesi Tengah.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng mencatat ada 17 izin tambang nikel yang beroperasi di Desa Lalampu.
Merujuk data ESDM per Mei 2024, salah satu pemilik konsesi perusahaan tambang nikel cukup besar seluas 20.765 hektare ialah Bintang Delapan Mineral (BDM) sebagai pemasok utama ore pada PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Luas kawasan industri ini mencakup Desa Bahomoahi, Bahomotefe, Lalampu, Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi, Keurea dan Fatufia.
Manager Kampanye Walhi Sulteng, Wandi menilai peristiwa banjir yang terjadi tidak terlepas dari masifnya operasi pertambangan di Bahodopi.
“Peristiwa banjir di Bahodopi yang menjadi langganan bencana ekologis, tentu tidak bisa dipisahkan dari keberadaan pertambangan nikel yang semakin masif dan membuat ketidakseimbangan ekologi. Peningkatan pertambangan nikel mengurangi daya dukung lingkungan dan tata kelola bertambangan buruk,” kata Wandi, Senin (17/03/2025).
Menurut Wandi, lonjakan aktivitas tambang nikel di Morowali merupakan konsekuensi program hilirisasi nikel yang dicanangkan pemerintah.
Saat ini, tercatat ada 65 izin usaha pertambangan (IUP) berstatus operasi produksi di Morowali dengan total luasan konsesi mencapai 155.051
hektare.
Bagi Walhi Sulteng, peristiwa banjir yang terus berulang di Morowali seharusnya menjadi pembahasan yang serius bagi pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat.
Wandi menyebut pertambangan nikel tak hanya melulu bicara soal keuntungan secara ekonomi, tetapi juga perlu melihat dan mengevaluasi izin-izin yang telah diterbitkan
Sebab, ujar dia, peristiwa banjir ini sudah berulang kali terjadi di Morowali, sebelumnya banjir yang disertai lumpur terjadi di penghujung tahun 2024 di Desa Labota.
“Walhi Sulteng mendesak pemerintah segera melakukan moratorium dan evaluasi seluruh aktivitas pertambangan nikel yang beroperasi selama ini di wilayah pegunungan Morowali, yang diduga faktor utama terjadinya banjir yang mengorbankan rakyat,” terang Wandi.
“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat jelas menegaskan soal pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku perusak lingkungan,” pungkasnya.
(Red)