HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – PT Vale Indonesia Tbk buka suara atas tudingan menyerobot lahan masyarakat adat Toraja rumpun Pong Salamba di Desa Ululere, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (17/02/2025), Vale berkomitmen menjalankan kegiatan operasional sesuai aturan perundang-undangan, termasuk dalam aspek pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
“Perusahaan juga menghormati hak-hak masyarakat dan selalu mengedepankan dialog dalam menyelesaikan setiap isu yang berkaitan dengan lahan,” kata Head of Corporate Communications PT Vale, Vanda Kusumaningrum.
Terkait klaim status lahan yang diklaim rumpun Pong Salamba, Vanda menyebut lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung.
Ia menyatakan kawasan hutan lindung tidak boleh ada aktivitas apapun kecuali memperoleh izin dari pemerintah.
Sementara, PT Vale Indonesia sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) telah mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) pada kawasan tersebut.
Vanda menuturkan, perusahaan terus melakukan komunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak guna mencari solusi terkait sengketa lahan dengan rumpun Pong Salamba.
“Perusahaan akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait mendapatkan solusi yang adil sesuai aturan. Kami selalu terbuka untuk berdiskusi lebih lanjut dalam semangat musyawarah dan mufakat,” ucapnya.
Sebelumnya, dalam sebulan terakhir, rumpun Pong Salamba bersengketa dengan perusahaan tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk, atas lahan waris yang diklaim masuk konsesi perusahaan.
Rumpun Pong Salamba mengklaim kepemilikan lahan seluas 8.636 hektare berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Mahalona pada 1998.
Surat Kepala Desa Mahalona mengonfirmasi sejarah terciptanya pemukiman dengan usaha perkebunan damar oleh Pong Salamba di Langtua.
Secara administratif, lahan tersebut saat ini berada di dua batas antara Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
(Red)