Katsaing mengatakan, serikat pekerja ingin menyelesaikan persoalan dengan PT GNI tanpa menunjukkan sikap arogan hingga manajemen dari pusat datang menemui mereka.
Akan tetapi, kata dia, pertemuan SPN dengan manajemen pusat juga berbuah tanpa kesepakatan alias buntu karena enggan mengakui keberadaan serikat buruh dalam perusahan mereka.
Secara regulasi, Katsaing menerangkan bahwa sikap PT GNI tersebut telah melanggar Konvensi ILO Nomor 87 yang diratifikasi ke dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
“Persoalan ini terjadi sejak lama dan berkali-kali disampaikan ke pemerintah agar melakukan upaya. Jangan sampai perosoalan yang dianggap menyalahi institusi dan merugikan pihak pekerja buruh sampai bergulir selama itu,” katanya.
Ironisya, lanjut Katsaing, masyarakat buruh yang terzalimi dalam memperjuangkan hak. malah dianggap provokator oleh pemerintahnya sendiri.
“Kami menganggap saat ini pemerintah cuci tangan dengan membuang isu adanya provokator, tapi peran pemerintah selama ini kemana? Kenapa pemerintah lepas tanggung jawab terkait persoalan-persoalan ketenagakerjaan yang ada di Morowali Utara,” ucapnya.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) hingga kini terus mendalami tragedi bentrokan antara tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja asing (TKA) asal China di PT GNI yang mengakibatkan dua pekerja meninggal dunia.
Dua hari usai kejadian, polisi menahan 71 pekerja lokal dan 17 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami terus mendalami pelaku yang melakukan provokasi sehingga menimbulkan kerusuhan yang berakibat kerusakan dan meninggalnya dua karyawan PT GNI,” ujar Kabidhumas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto. (Jmr)