HARIANSULTENG.COM, MORUT – Tudingan kepolisian yang menyebutkan adanya provokator dalam kerusuhan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dipertanyakan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.
“Yang dimaksud provokator ini seperti apa? Aksi mogok serikat pekerja sudah sesuai dengan prosedur dan syarat admistrasinya sudah dilakukan. Dan mogok kerja yang diatur dalam undang-undang itu sudah jelas,” ujar Ketua DPC SPN Morowali dan Morowali Utara, Katsaing kepada HarianSulteng.com, Senin (16/1/2023).
Sebelum terjadi kerusuhan, SPN telah mengirim surat kepada dinas ketenagakerjaan (disnaker) setempat perihal rencana aksi mogok kerja beserta sejumlah tuntutan.
Terdapat 10 isu dan tuntutan pekerja tergabung dalam SPN kepada PT GNI, di antaranya pengadaan alat pelindung diri (APD), ganti rugi bagi karyawan yang mengalami kecelakaan kerja, membuat peraturan perusahaan, tunjangan skill jika pekerja izin atau sakit dan peningkatan pelayanan di klinik perusahaan.
Kemudian tidak diterimanya SKS dari luar klinik perusahaan, diskriminasi soal kontrak kerja, menyetop PWKT untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tidak adanya tunjangan tetap secara merata, serta meminta perusahaan memasang sirkulasi udara.
Pihak kepolisian bersama Disnaker Morowali Utara kemudian memediasi kedua belah pihak sehingga diadakanlah pertemuan pada 10 Januari 2023.
“Setelah surat masuk maka terjadilah pertemuan. Namun yang hadir itu bukan manajemen pusat, melainkan hanya diwakilkan ke manajemen di tingkat perusahaan. Sementara manajemen perusahaan tidak bisa mengambil keputusan terkait masalah poin-poin tuntutan tersebut. Sehingga teman-teman serikat sepakat untuk di pending hingga 13 Januari,” terang Katsaing.
Katsaing mengatakan, serikat pekerja ingin menyelesaikan persoalan dengan PT GNI tanpa menunjukkan sikap arogan hingga manajemen dari pusat datang menemui mereka.
Akan tetapi, kata dia, pertemuan SPN dengan manajemen pusat juga berbuah tanpa kesepakatan alias buntu karena enggan mengakui keberadaan serikat buruh dalam perusahan mereka.
Secara regulasi, Katsaing menerangkan bahwa sikap PT GNI tersebut telah melanggar Konvensi ILO Nomor 87 yang diratifikasi ke dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
“Persoalan ini terjadi sejak lama dan berkali-kali disampaikan ke pemerintah agar melakukan upaya. Jangan sampai perosoalan yang dianggap menyalahi institusi dan merugikan pihak pekerja buruh sampai bergulir selama itu,” katanya.
Ironisya, lanjut Katsaing, masyarakat buruh yang terzalimi dalam memperjuangkan hak. malah dianggap provokator oleh pemerintahnya sendiri.
“Kami menganggap saat ini pemerintah cuci tangan dengan membuang isu adanya provokator, tapi peran pemerintah selama ini kemana? Kenapa pemerintah lepas tanggung jawab terkait persoalan-persoalan ketenagakerjaan yang ada di Morowali Utara,” ucapnya.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) hingga kini terus mendalami tragedi bentrokan antara tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja asing (TKA) asal China di PT GNI yang mengakibatkan dua pekerja meninggal dunia.