Pihak AKM pun langsung menepis tuduhan itu sesaat setelah Jatam Sulteng mengumumkan hasil risetnya ke publik.
Melalui pengurus koperasi bernama Romi, AKM mempertanyakan hasil investigasi Jatam yang menyebut pihaknya melakukan kegiatan ilegal di area konsesi CPM.
“Kami bingung juga kajian mereka (Jatam) seperti apa. AKM kan kontraktornya CPM. Kalau dikatakan ilegal, artinya CPM ilegal juga dong,” kata Romi via telepon, Senin (16/12/2024).
Kesaksian yang Menguatkan
Keberadaan kolam-kolam yang diduga milik PT AKM sudah sejak lama dipersoalkan oleh kelompok masyarakat sipil.
Sejumlah foto dan video hasil dokumentasi Jatam Sulteng menunjukkan keberadaan kolam perendaman di Poboya. Beberapa di antaranya bahkan telah dipublikasikan sejak 2021.
Pada 2022, Lembaga Adat Poboya bersama sejumlah elemen masyarakat melaporkan AKM ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Mereka mengidentifikasi ada sekitar 14 lokasi kolam perendaman berkapasitas rata-rata 12.000 kubik per kolam.
Bertahun-tahun berlalu. Namun kelanjutan kasus dugaan pertambangan tanpa izin yang dilaporkan warga hingga kini tak ada kabarnya lagi.
Cerita soal aktivitas pengolahan dengan metode perendaman juga dikonfirmasi oleh setidaknya tiga narasumber yang kami temui: seorang karyawan, seorang mantan karyawan, dan seorang warga lingkar tambang.
“Kolamnya lumayan banyak dan sangat luas. Jarak satu kolam ke kolam lain sekitar 2-3 kilometer,” ujar seorang mantan karyawan yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, metode perendaman yang dilakukan oleh AKM lebih mencemari lingkungan karena menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida. Larutan kimia ini berfungsi untuk memisahkan emas dari material lain.
Setelah emas diekstraksi, sisa material atau limbah yang bercampur senyawa berbahaya tadi dibuang dan ditumpuk di tanah.
“Banyak tebing yang rata karena penuh sisa-sisa material. Di sana mereka (AKM) membuang limbahnya,” ujar sumber.
Proses pengolahan ini berbeda dengan metode yang digunakan PT CPM, yang menerapkan filter press dalam mengelola limbah.
Sumber mengatakan, teknologi filter press dirancang untuk memisahkan padatan dan cairan, sehingga secara otomatis mengurangi kandungan sianida di dalam tanah.
“Yang paling bermasalah itu AKM,” ucapnya.
Bukan hanya itu, dampak lain dari praktik ini adalah degradasi lahan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Poboya.
Pada 2022, Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Palu-Poso mencatat ada 406 hektare lahan berstatus sangat kritis, dan 70 hektare lainnya berstatus kritis di DAS Poboya.
Pengakuan serupa juga media ini peroleh dari seorang karyawan sekaligus warga di lingkar tambang.
AKM disebut turut memberikan kolam perendaman untuk dikelola sejumlah warga. Hasil dari situ kemudian dibagi dua dengan perusahaan.
Meski tidak semua warga, menurut sumber, pemberian ‘jatah kolam’ merupakan strategi perusahaan untuk meredam kritik karena menyasar orang-orang yang dianggap punya pengaruh di lingkar tambang.
“Tapi bagi hasil ke AKM 75 persen, sisanya untuk warga yang mengolah. Makanya ada dibagi Rp2,5 juta per KK tiap tiga bulan, itu hasil dari kolam perendaman. Sementara uang yang diterima orang-orang yang mengolah emas ini miliaran, masih banyak sisanya,” tutur sumber.