Hal ini bisa mencerminkan pertarungan internal di antara faksi-faksi kelas penguasa, misalnya faksi kapitalis birokratis (yang ingin mempertahankan anggaran IKN karena terkait dengan proyek mereka) dan faksi kapitalis finansial atau industri lama (yang melihat proyek IKN sebagai ancaman bagi kepentingan mereka, misalnya karena anggaran negara yang lebih besar tersedot ke proyek ini).
Sementara, ditengah pertarungan para faksi, pekerja konstruksi dan masyarakat lokal semula dijanjikan “kesempatan ekonomi” dari proyek ini justru semakin terperosok pada ketidakpastian ekonomi.
Dalam banyak kasus, proyek yang macet berujung pada PHK besar-besaran dan meningkatkan eksploitasi buruh dalam proyek lain yang masih berjalan.
Sementara itu, masyarakat adat dan komunitas lokal yang terkena dampak land grabbing akan tetap menderita tanpa kompensasi dan jaminan pemulihan lingkungan.
Jika pembangunan IKN ditunda, pemerintah menghadapi dilema besar, jika tetap memaksakan proyek tanpa anggaran yang cukup, maka harus berutang lebih besar dan mengorbankan anggaran sosial lainnya.