HARIANSULTENG.COM, PALU — “Anak TK mungkin tahu tarian Pamonte, tapi tidak mengenal dan tahu siapa penciptanya. Karyanya lebih besar dari namanya.”
Begitulah ungkapan bentuk keresahan yang terus berkecamuk di hati dan pikiran keluarga mendiang Hasan Bahasyuan, maestro Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam seni tradisi.
Generasi sekarang mungkin tak banyak mengenal sosok Hasan Bahasyuan. Padahal lagu-lagunya, seperti “Palu Ngataku” dan “Posisani” sangat melekat di berbagai generasi hingga saat ini.
Lahir di Parigi, 12 Januari 1930, Hasan muda memulai proses berkeseniannya di bangku Sekolah Desa tahun 1939—beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka.
Saat rezim berganti pendudukan Jepang tahun 1946, Hasan bergabung dengan Hawaiian Band sebagai penyanyi dan pemain ukulele. Ia juga pernah memimpin orkes keroncong Irama Seni selama 16 tahun sejak 1947—1963.
Hasan kemudian meninggalkan tanah kelahirannya menuju Palu tahun 1968. Di sana ia menjadi pelatih dan pemimpin band Nada Anda/Risela hingga 1970.
Setahun berselang, Hasan mulai aktif sebagai pelatih tari daerah se-Sulawesi Tengah dan memimpin Ananta Band. Hasan terus melakukan proses-proses kreatif seni budaya hingga akhir hayatnya.
Persoalan pun muncul. Tak sedikit karya Hasan diklaim oleh orang lain. Lagunya sering dibawakan di berbagai panggung pertunjukan tanpa menyebut nama penciptanya sebagai bentuk apresiasi.
Di tengah keresahan yang terus menumpuk, kehadiran Hasan Bahasyuan Institute (HBI) menjadi satu ikhtiar keluarga dan pegiat seni agar ketokohan Hasan Bahasyuan mendapatkan tempat yang diperhitungkan dan perbincangkan.
“Hasan Bahasyuan Institute dibentuk berawal dari keresahan dan kegelisahan. Lembaga ini tidak hanya mengadvokasi karya-karya beliau (Hasan Bahasyuan, red.), tetapi juga memberi spirit bagi generasi muda dan pekerja kreatif,” kata Direktur HBI, Zul Fikar Usman, dalam jumpa pers di Palu, Selasa (10/6/2025).

Repro foto Hasan Bahasyuan memegang biola, berdiri di belakang kedua dari kiri (Sumber: Hasan Bahasyuan Institute)
Saat ini, HBI tengah melakukan daur ulang lagu-lagu legendaris ciptaan Hasan Hasan Bahasyuan. Bersama grup musik The Mangge, garapan dengan aransemen baru diharapkan bisa menghidupkan kembali warisan musik budaya sang maestro.
Ada tujuh lagu yang akan produksi ulang dalam format musik modern, di antaranya berjudul “Palu Ngataku”, “Randa Ntovea”, “Kaili Kana Ku Tora”, “Putri Balantak”, “Posisani”, “Poiri Ngoviana”, dan “Salandoa”.
Personel The Mangge, Riyan Fauzi, mengatakan ketujuh lagu tersebut merupakan tahap awal dari belasan lagu Hasan Bahasyuan yang rencananya bakal diaransemen ulang.
“Kami mengawali step awal dengan tujuh lagu. Kami juga bekerja sama dan melibatkan sejumlah vokalis,” ucap Riyan.
Fathur Razaq Anwar menjadi sosok penting dibalik proyek ini. Anak Gubernur Sulteng Anwar Hafid itu ambil posisi menduduki produser eksekutif.
Semua berawal dari aksi The Mangge saat membawakan lagu “Randa Ntovea” pada acara Semarak Sulteng Nambaso. Lagu berbahasa Kaili yang bercerita tentang putri raja yang diasingkan karena penyakit menular itu membuat Fathur terkesima.
Sayangnya, ujar Fathur, dirinya tidak menemukan lagu “Randa Ntovea” di platform musik yang seharusnya menjadi alat pemasaran dan promosi agar semakin dikenal luas.
“Saya baru tahu lagu ‘Randa Ntovea’ kisahnya mengenai putri raja. Saya cek di Spotify tidak ada. Padahal lagu-lagu daerah kita punya arti yang bagus. Maka saya harus tampil agar kekayaan yang dimiliki Sulawesi Tengah mendapatkan perhatian,” tambah Fathur.
Proses aransemen ulang ini masih menjadi bagian dari program “a[R]tribute Hasan Bahasyuan”, sebuah deklarasi simbolik yang menyatukan penghormatan terhadap karya-karya ciptaan Hasan Bahasyuan.
Pada 26 November 2024 silam, HBI mengadakan forum kebudayaan di Hotel Santika Palu. Mereka ingin mengajak publik mengenal sekaligus mengenang kembali jejak-jejak sosok seniman Hasan Bahasyuan.
HBI telah merumuskan rincian output dari “a[R]tribute Hasan Bahasyuan”, di antaranya arsip digital karya, aransemen baru, produksi pertunjukan, album musik, workshop dan lab kreatif, partisipasi event, serta jaringan distribusi.
(Fandy)