Dikatakan Lukius, dirinya merasa heran jika terdapat pihak yang merasa bangga dengan produk Perppu Cipta Kerja.
Padahal proses pembentukan UU Cipta Kerja ini sejak awal telah menuai protes besar-besaran dari kalangan buruh di tanah air.
Senada dengan SPN, Lukius juga tak menampik bahwa dominasi tenaga kerja asing (TKA) dalam aspek manajerial sangat mempengaruhi penempatan jabatan bagi buruh lokal.
Lukius mencontohkan kasus yang dialami seorang buruh di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali.
Buruh tersebut mengadu kepadanya karena mendapatkan surat peringatan (SP) dari perusahaan lantaran pulang setelah bekerja lembur.
“Dia bekerja lembur, pekerjaannya belum selesai sampai pagi. Namanya juga manusia, mesin saja bisa panas. Akhirnya dia pulang, langsung mendapatkan SP3 tanpa mengacu pada aturan yang sebenarnya. SP itu kan diatur dalam pasal 161 (pada masa UU Ketenagakerjaan),” katanya.
Lukius langsung melaporkan hal ini kepada Disnakertans Sulteng. “Alhamdulillah akhirnya pekerja buruh itu diterima kembali,” imbuhnya.
(Red)