HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – Tiga pekerja tertimbun materal longsor di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sabtu dini hari (22/03/2025).
Ketiga korban bernama Demianus, Akbar dan Irfan. Hingga saat ini, baru Demianus yang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Yayasan Tanah Merdeka (YTM) menyatakan, lokasi longsor terjadi di area fasilitas penyimpanan tailing (Tailing Storage Facility/TSF) di kilometer 8 PT IMIP, Kabupaten Morowali.
Direktur YTM, Richard Labiro menuturkan, para korban merupakan pekerja PT Morowali Investasi Konstruksi Indonesia (MIKI).
PT MIKI diketahui adalah mitra/kontraktor PT QMB New Energy Materials yakni salah satu perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Tiongkok di IMIP.
“Peristiwa kecelakaan kerja tersebut berkaitan dengan pengelolaan fasilitas penyimpanan tailing PT IMIP, yang saat ini digunakan PT Huayue Nickel Cobalt dan PT QMB New Energy Materials,” ungkap Richard, Minggu (23/03/2025).
Ia menambahkan, baik Huayue Nickel Cobalt dan QMB New Energy Materialis, adalah dua perusahaan penghasil MHP (mixed hydroxide precipitate) yang merupakan bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik.
Tailing merupakan limbah beracun yang merupakan produk sampingan (by products) dari proses pengolahan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk menghasilkan MHP.
Diperkirakan, setiap ton logam nikel yang diproduksi melalui teknologi HPAL akan menghasilkan 100 ton tailing.
Peraturan pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengelompokkan tailing sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Spesifik Khusus dengan kategori bahaya 2, yang dianggap memiliki toksisitas kronis dan berjangka panjang terkait dampak terhadap manusia dan lingkungan hidup.
“Oleh karena itu, tailing harus diolah sebagai limbah B3,” ucapnya.
Dikatakan Richard, pihaknya menganggap pengelolaan tailing menggunakan metode fasilitas penyimpanan tailing di tanah mengandung resiko sangat besar dan berbahaya di daerah dengan tingkat curah hujan tinggi seperti Morowali.
Tailing dalam bentuk bubur tanah dengan kandungan air sekitar 30 persen yang disimpan di fasilitas penyimpanan tailing akan berubah menjadi lumpur ketika ditimpa curah hujan yang tinggi.
Curah hujan tinggi mengakibatkan area fasilitas penyimpanan tailing yang menampung belasan juta ton tailing rentan terhadap bencana longsor.
Peristiwa longsor di area milik PT QMB New Energy Materials yang memakan korban jiwa membuktikan bahwa pengelolaan tailing menggunakan metode fasilitas penyimpanan tailing di daerah dengan curah hujan tinggi sangat beresiko terhadap bencana longsor.
Apalagi, imbuh Richard, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Morowali (2019-2039) menyebut Kecamatan Bahudopi, lokasi PT IMIP beroperasi, adalah “kawasan rawan bencana” gempa bumi, tanah longsor, dan banjir.
“Di daerah pertambangan nikel yang telah mengalami deforestasi di Morowali, maka dengan curah hujan yang tinggi memicu banjir yang kerap terjadi setiap tahun,” terangnya.