HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – Perkara sengketa lahan antara komunitas adat Toraja dari rumpun Pong Salamba dengan PT Vale Indonesia di Desa Ululere, Kabupaten Morowali, terus berlanjut.
Rumpun Pong Salamba dilaporkan atas tuduhan penyerobotan dan pungutan liar (pungli) di atas lahan waris yang mereka kelola secara turun-temurun.
Mereka menerima undangan klarifikasi pada 15 Februari 2025, selang 5 hari usai Kapolsek Bungku Tengah dan kepala desa mendatangi rumpun Pong Salamba di sebuah pos yang mereka gunakan untuk menjaga lahan dari aktivitas tambang PT Vale.
Undangan klarifikasi ini ditujukan kepada anggota keluarga Pong Salamba bernama Hajar dan istrinya, Harniati Irwan.
Keduanya diminta Polsek Bungku Tengah untuk memenuhi undangan klarifikasi pada Senin besok (17/05/2025) pukul 10.00 Wita.
Namun, Harniati merasa heran dengan laporan pengaduan yang dilayangkan kepadanya karena terdapat kekeliruan penulisan nama.
“Surat panggilannya sudah saya terima, tapi nama yang tercantum keliru. Jadi saya tidak akan memenuhi undangan polsek, hanya suami saya,” kata Hariniati via telepon, Minggu (16/02/2025).
Kuasa hukum rumpun Pong Salamba, Rukly Chahyadi meminta Polsek Bungku Tengah memperbaiki surat undangan klarifikasi jika benar kliennya ingin dimintai keterangan.
“Ada kesalahan penulisan nama. Kami menegaskan bahwa tidak ada kewajiban bagi klien kami untuk memenuhi panggilan yang cacat formil, seperti yang terjadi saat ini,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, rumpun Pong Salamba bersengketa dengan perusahaan tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk, atas lahan waris yang diklaim masuk konsesi perusahaan.
Rumpun Pong Salmba mengklaim kepemilikan lahan seluas 8.636 hektare berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Mahalona pada 1998.
Surat Kepala Desa Mahalona mengonfirmasi sejarah terciptanya pemukiman dengan usaha perkebunan damar oleh Pong Salamba di Langtua.
Secara administratif, lahan tersebut saat ini berada di dua batas antara Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pada 10 Februari 2025, rumpun Pong Salamba diduga mengalami intimidasi oleh Kapolsek Bungku Tengah, AKP Basri Pakaya dan Kepala Desa Ululere, Arman.
Kapolsek Bungku Tengah, AKP Basri Pakaya menjelaskan bahwa kedatangannya saat itu karena mendapat informasi adanya dugaan pungli.
Basri juga menanyakan alas hak atas lahan yang diklaim rumpun Pong Salamba karena berada di area konsesi PT Vale.
“Bukti legalitas yang mereka tunjukkan dikeluarkan di Sulawesi Selatan. Saya sampaikan kalau surat legalitas itu di keluarkan di Sulawesi Tengah tidak ada masalah. Kemarin PT Vale sudah buat laporan terkait mereka (rumpun Pong Salamba) yang sudah membuka lahan untuk bercocok tanam,” jelas Basri.
Harian Sulteng mencoba menghubungi Kepala Desa (Kades) Ululere, Arman, tetapi tak mendapat respons hingga berita ini tayang.
Permohonan konfirmasi juga dikirimkan kepada PT Vale Indonesia namun perusahaan belum memberikan jawaban.
(Red)