HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – “Ada kejahatan secara sistematis yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruh di Morowali”.
Tudingan itu disampaikan Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE), Henry, menyikapi longsor di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Longsor yang terjadi pada Sabtu dini hari (21/03/2025) itu menimbun setidaknya 3 pekerja, 1 orang tewas dan 2 lainnya masih hilang.
“Perusahaan lebih mengutamakan keuntungan ekonomi, tidak peduli nasib buruh yang menjadi korban. Makanya kami bilang ini semacam kejahatan yang direncanakan,” ujar Henry, Senin (24/03/2025).
Bagi Henry, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bukan sekadar kewajiban hukum bagi perusahaan, tetapi fondasi yang mendukung kesejahteraan dan produktivitas karyawan.
Namun PT IMIP dinilai selalu mengabaikan keselamatan buruh yang menggantungkan nasib pada pekerjaan berisiko fatal atau bertaruh nyawa.
“Kecelakaan kerja terus berulang. Tak ada perbaikan dari IMIP dari kasus-kasus sebelumnya,” ucapnya.
Henry mengenang peristiwa kebakaran yang diduga berasal dari ledakan tungku PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) pada Desember 2023.
Peristiwa ini mengakibatkan 59 pekerja menjadi korban, 21 di antaranya meninggal dunia dengan rincian 8 pekerja asal Cina dan 13 pekerja lokal.
Henry menyebut pernyataan PT IMIP yang akan memenuhi hak para korban jiwa maupun luka hanyalah omong kosong belaka.
Ternyata SBIPE hingga kini masih terus mendampingi proses pemulihan 4 korban luka akibat kebakaran PT ITSS. Keempat korban itu bernama Larry Van Hazriano, Enal, Jekmaryono dan Yudarlan.
Larry dan Enal sudah puluhan kali menjalani operasi. Mereka hanya mengandalkan biaya dari BPJS Ketenagakerjaan.
Kedua korban kini dirawat di Makassar. Larry sebelumnya bahkan dirujuk ke Jakarta karena mengalami luka yang cukup fatal dan sempat mengalami koma.
Kendalanya, tidak semua kebutuhan pengobatan ditanggung BJPS Ketenagakerjaan seperti biaya transportasi.
Sementara Jekmaryono menjalani perawatan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Adapun Yudarlan harus dirawat di sebuah rumah sakit di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
“Kami menuntut PT IMIP bertanggung jawab, tanggung biaya yang tidak di-cover BPJS Ketenagakerjaan. Ini kendala yang dialami keluarga korban untuk melakukan pengobatan secara rutin karena kekurangan biaya,” jelas Henry.
Media ini sudah mencoba menghubungi manajemen PT IMIP terkait penanganan kasus kecelakaan kerja, tetapi belum mendapatkan respons hingga berita ini tayang.
Cerita soal buruknya manajemen K3 di kawasan PT IMIP juga diutarakan Jay, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), saat ditemui medio Oktober 2024 lalu.
Menurutnya, rentetan kasus kecelakaan kerja di PT IMIP sebagai tanda lemahnya penerapan sistem manajemen K3.
“Kami menganggap sistem manajemen K3-nya belum siap menangani industri sebesar ini. Penyusunannya pun luput dari berbagai aspek, tidak melibatkan ahli K3 maupun serikat pekerja,” ungkapnya.
Jay bersama sejumlah anggota SPIM bercerita panjang lebar betapa semrawutnya kondisi dan lingkungan kerja di kawasan industri.