Menurutnya, kini ada upaya untuk mengubah cerita sejarahnya dengan menamakan Yondo mPamona di jembatan besi.
Dari sebuah karya yang dibangun masyarakat dengan semangat Mesale menjadi jembatan yang dibangun oleh sebuah korporasi.
“Itu sebabnya sejumlah anak muda yang memiliki kepedulian akan sejarah leluhurnya bangkit untuk menyuarakan penolakan nama Yondo Pamona yang kaya nilai sejarah dipakai untuk sebuah bangunan yang didirikan oleh sebuah korporasi yang hendak mengeksploitasi sungai dan Danau Poso,” tegas Ryan Ranonto.
Ryan Ranonto menegaskan, nama Yondo Pamona sangat penting bagi masyarakat di sekeliling Danau Poso.
Karena menyimbolkan identitas budaya dan menjadi simbol persatuan.
Sementara jembatan yang dibangun oleh Poso Energy tidak menggambarkan simbol persatuan.
Sebaliknya merupakan jembatan yang merusak sejarah dan simbol budaya mesale orang Poso.
“Megilu dilakukan dengan membentangkan kain bertuliskan penolakan penggunaan nama Yondo Pamona sebagai nama jembatan buatan PT Poso Energi. Terdapat juga bentangan foto Yondo mPamona sebelum dibongkar,” jelas Ryan Ranonto.
“Selain Megilu, pada Sabtu malam nanti akan dilakukan juga aksi budaya berupa pentas musik dari beberapa seniman dari Tentena dan Poso untuk menyuarakan sejarah Yondo Pamona. Pentas budaya ini dilaksanakan di Taman Kota Tentena mulai pukul 19:00-22:00 wita,” sambungnya.
Olehnya Masyarakat Adat Danau Poso menyatakan sikap menolak nama Yondo Pamona dijadikan sebagai nama jembatan baru yang dibangun oleh PT Poso Energy.
Masyarakat adat Danau Poso juga mendesak pemerintah untuk mengganti nama jembatan dengan nama lain, selain nama Yondo mPamona dan Puselemba. (HS)