Sengketa tumpang tindih konsesi tambang antara PT Artha Bumi Mining (ABM) dan PT Bintangdelapan Wahana (BDW) menjadi polemik yang entah kapan usai.
Selain proses hukum dugaan pemalsuan surat Dirjen Minerba oleh BDW di Polda Sulteng mandek, tersangka FMI kini dikabarkan menghilang tanpa jejak.
Perkara yang belakangan kembali ramai ini mengarah ke pertanyaan lain; siapa orang-orang di balik PT BDW?
Redaksi hariansulteng.com menelusuri struktur kepemilikan maupun jaringan bisnis BDW dalam operasi tambang dan pengolahan nikel di Morowali.
Informasi dan data yang kami gunakan berasal dari berbagai sumber, mulai dari dokumen Kementerian Hukum, Kementerian ESDM, artikel berita, dan sumber terbuka lain.
PT BDW merupakan bagian dari entitas Bintangdelapan Group milik Halim Mina. Perusahaan ini memegang IUP Operasi Produksi untuk komoditas nikel di atas lahan 20.360 hektare di Morowali.
Akan tetapi, izin BDW tumpang tindih dengan wilayah PT ABM serta area operasi PT Persadatama Inti Jaya Mandiri, PT Daya Inti Mineral, PT Daya Sumber Mining Indonesia, PT Morindo Bangun Sejahtera, dan PT Hengjaya Nickel Utama.
BDW dikomandani langsung oleh Hamid Mina, adik Halim Mina. Ia menjabat sebagai direktur utama. Sementara Halim menduduki posisi wakil komisaris utama.
Dalam struktur dewan komisaris, Halim didampingi Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan selaku komisaris utama BDW. Senior Prabowo di Kopassus ini menempati jabatan yang sama di PT Bintangdelapan Mineral, perusahaan kunci dari Bintangdelapan Group.
Selain Halim, Hamid, dan Sintong Panjaitan, nama lain yang tercantum dalam kepengurusan BDW adalah Mikhael (direktur) dan Huang Weifeng (komisaris).
Merujuk akta perubahan per Maret 2024, 90 persen saham BDW dikuasai PT Panca Metta yang juga tergabung dalam Bintangdelapan Group. Sedangkan 10 persen sisanya dimiliki Hamid Mina.
Halim Mina dan Hamid Mina lekat dalam obrolan seputar pertambangan nikel di Morowali. Duo bersaudara ini merupakan pendiri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) lewat kerja sama antara Bintangdelapan Group dan Tsingshan Steel Group dari Tiongkok.
Pendirian IMIP diteken tahun 2013 oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu menjabat Presiden RI bersama Presiden Cina Xi Jinping di Forum Bisnis Indonesia-Cina di Jakarta.
Pabrik smelter pertama di kawasan PT IMIP diresmikan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2015. Empat tahun berselang, kawasan ini masuk daftar proyek strategis nasional (PSN) dan objek vital nasional (Obvitnas).
Kini, total ada 53 penyewa dalam naungan IMIP di areal seluas 4.000 hektare. Puluhan tenant itu terbagi ke dalam tiga klaster. Pertama adalah klaster baja nirkarat (stainlees steel) dengan kapasitas produksi 4 juta metrik ton per tahun.
Klaster kedua berupa baja karbon berkapasitas 4,8 juta ton per tahun. Dan klaster terakhir, masing-masing 120.000 ton per tahun untuk nikel kobalt dan nikel sulfida.
Keberadaan PT IMIP di Kecamatan Bahodopi telah mengubah daerah yang semula berupa hutan belantara nan gelap gulita, menjadi penyumbang pendapatan negara dari pajak dan royalti sebesar Rp10 triliun pada 2022.
Lebih dari satu dekade sejak didirikan, IMIP menjelma menjadi pemain industri nikel terbesar di Tanah Air. Hingga Mei 2025, karyawan di IMIP mencapai 85.423 orang—melebihi jumlah pekerja PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara.
Pun ekonomi Morowali dalam lima tahun terakhir (2019-2023) konsisten tumbuh di atas 20 persen, jauh mengungguli rata-rata pertumbuhan nasional. Selama itu pula sektor pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan, menjadi tumpuan utama perekonomian di bumi “Tepe Asa Maroso”, julukan Morowali.

Hamid Mina (dua dari kanan) dan Halim Mina (tiga dari kiri) seusai diskusi di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 3 Maret 2017 (Istimewa)
Kemajuan itu tak lepas dari sosok Halim Mina dan Hamid Mina sebagai petinggi utama di IMIP. Secara formal, PT BDW milik mereka juga berbagi kantor di Gedung Pusat IMIP, Jalan Batu Mulia, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Pada Maret 2024, Hamid Mina harus berurusan dengan polisi imbas dugaan pemalsuan surat Dirjen Minerba oleh BDW yang dilaporkan PT ABM.
Hamid diperiksa lebih dari empat jam sebagai saksi. Orang nomor satu di PT BDW itu dicecar 27 pertanyaan oleh penyidik Polda Sulteng.
Empat bulan setelah pemeriksaan Hamid, Polda Sulteng menahan tersangka inisial FMI. Nama ini tidak termasuk dalam jajaran pengurus BDW.
ABM menyadari ada dugaan pemalsuan Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013 untuk penyesuaian IUP Operasi Produksi BDW dari Konawe, Sulawesi Tenggara, ke Morowali, Sulawesi Tengah.
Sengketa ABM dan BDW meruncing setelah Anwar Hafid, Bupati Morowali kala itu, menerbitkan SK Nomor 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tertanggal 7 Januari 2014 berbekal surat Dirjen Minerba yang diduga dipalsukan.
Pada November tahun yang sama, Anwar Hafid justru mencabut kembali IUP PT BDW berdasarkan SK Bupati Morowali Nomor 188.4.45.KEP.0243/DESDM/2014. ABM bisa bernapas lega untuk sementara.
Sejak Oktober 2014, kewenangan penetapan IUP beralih dari bupati kepada gubernur seiring terbitnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah baru. Gubernur Sulteng pun membatalkan keputusan Anwar Hafid pada 2 Desember 2015.
Kebijakan “bongkar pasang” izin tambang oleh pemerintah daerah ini berbuntut pada sengketa hukum yang tak berkesudahan antara BDW dan ABM.
Polda Sulteng memastikan proses hukum dugaan pemalsuan dokomen tambang BDW terus berlanjut. Mereka bilang penanganan sudah masuk tahap satu dan penyidik telah memenuhi petunjuk jaksa penuntut umum (JPU).
Anwar Hafid memilih irit bicara soal kasus ini. Politisi Demokrat yang kini menjabat gubernur Sulteng itu mengaku tidak tahu menahu adanya pemalsuan dokumen dalam penyesuaian IUP PT BDW.
Beberapa waktu terakhir, pernyataan keras datang dari Africhal selaku Direktur Kampanye Yayasan Masyarakat Madani Provinsi Sulawesi Tengah (YAMMI Sulteng).
YAMMI Sulteng mendesak kepolisian memeriksa manajemen PT BDW dan meminta pertanggungjawaban hukum atas kisruh tumpang tindih IUP di Sulawesi Tengah akibat penggunaan dokumen palsu.
Reaksi publik terkait tumpang tindih wilayah konsesi ini juga muncul dalam gerakan demonstrasi. Massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sulawesi Tengah rencana menggeruduk Mapolda Sulteng, 10 Juli 2025.
Dalam flyer yang diterima redaksi, massa aksi membawa dua tuntutan utama; batalkan IUP PT BDW di Morowali dan tindak tegas pelaku pemalsuan dokumen tambang.
(Fandy)