HARIANSULTENG.COM – Kasus Qidam Alfariski Mowance turut disinggung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat membahas pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik awalnya menerangkan bahwa praktik kekerasan dan penyiksaan menjadi persoalan serius di tubuh Polri.
Padahal di sisi lain, Komnas HAM dan Kapolri telah menjalin MoU agar persoalan tersebut dapat dicegah.
“Saya hampir 5 tahun dan tinggal 3 bulan lagi periode saya. Catatan saya dari tahun ke tahun memang ada persoalan serius di kepolisian, yaitu kekerasan dan penyiksaan. Kami melihat praktik itu belum reda,” ungkap Taufan dikutip dari tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club, Sabtu (27/8/2022).
Pria kelahiran 29 Juni 1965 itu kemudian mencontohkan kasus Qidam Alfariski Mowance, seorang pemuda di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Qidam tewas tertembak karena diduga sebagai teroris saat melintas di belakang Polsek Poso Pesisir Utara pada April 2020.
Sebab, Poso dan sekitarnya saat itu dan hingga kini menjadi wilayah operasi perburuan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Namun dalam investigasinya, Komnas HAM menemukan bahwa Qidam disiksa terlebih dahulu sebelum ditembak.
Kesimpulan itu diambil setelah Komnas HAM menemukan adanya luka sayatan di sekujur tubuh korban.
“Dua tahun lalu ada peristiwa di Sulteng, namanya Qidam. Diduga sebagai teroris kemudian ditembak. Investigasi kami tidak begitu kejadiannya. Yang terjadi ada penyiksaan dulu baru ditembak, tapi tidak ada tindak lanjutnya,” terang Taufan.
Selain Qidam, kejadian serupa juga dialami dua warga ketika menjalankan aktivitas di kebun.
“Masih ada lagi dua, orang desa yang sedang ke ladang. Mungkin karena agak remang-remang, petugas menganggap jangan-jangan ini anak buah Ali Kalora (teroris). Jadi ditembak mati. Nggak ada penyelesaiannya, walaupun sudah ada laporan Komnas HAM,” ujar Taufan. (Arm)