HARIANSULTENG.COM – PT Poso Energy mengapresiasi terselenggaranya dialog publik bertajuk “PLTA Poso untuk Kesejahteraan atau Kesengsaraan”, Kamis (11/8/2022).
Kegiatan diinisiasi oleh Ikatan Pemuda Mahasiswa (IPMA) Kabupaten Poso di Aula Gedung Disdikbud Sulawesi Tengah, Jalan Setia Budi, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Pihak Poso Energy menilai dialog tersebut menjadi forum kesempatan untuk menjelaskan terkait polemik dampak pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
“Kegiatan dari mahasiswa ini adalah tabayun, atau klarifikasi dari Poso Energy soal apakah PLTA Poso ini menyengsarakan atau menyejahterakan,” ungkap Perwakilan PT Poso Energy, Irma Suriani.
Irma menyadari keberadaan PLTA menjadi sorotan karena dianggap merugikan para petani khususnya di sekitar Danau Poso.
Akan tetapi, ia menerangkan bahwa setiap proyek pembangunan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
“Tidak ada pembangunan yang tidak ada dampaknya. Kalau mau tidak ada dampak ya tidak ada pembangunan. Jadi tugasnya tinggal bagaimana cara meminimalisir dampak negatifnya,” katanya.
PLTA Poso Energy dibangun di Desa Sulewana, Kecamatan Pamona Utara dengan menggunakan sumber daya air Danau Poso.
PT Poso Energy terdiri dari tiga proyek, yaitu PLTA Poso 1, PLTA Poso 2A dan PLTA Poso 2B berkapasitas 515 MW.
Irma menjelaskan, sumber pendanaan dari proyek tersebut bersumber dari pinjaman bank dalam negeri serta menggunakan tenaga kerja lokal.
Kehadiran PLTA Poso ini guna mendukung Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam memenuhi pasokan dan kebutuhan energi listrik.
Sebab, menurut Irma, PLN memiliki keterbatasaan sumber pendanaan jika harus membangun pembangkit-pembangkit listrik baru.
“PT Poso Energy adalah investor, sifatnya membantu membantu PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik. Dari data-data di internet misalnya PLN selalu defisit. Maka dibukalah kesempatan bagi investor di Indonesia membangun pembangkit listrik,” terangnya.
Irma menambahkan, keberadaan PLTA memberikan dampak positif bagi kehidupan sehari-hari terutama sebagai sumber kelistrikan.
Selain itu, PLTA Poso dinilai bisa meminimalisir munculnya gangguan atau kondisi darurat akibat bencana alam.
Ia kemudian mencontohkan ketika terjadi peristiwa gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu pada 28 September 2018.
Saat bencana terjadi, seluruh pembangkit tidak berfungsi dan mengakibatkan terhentinya pasokan listrik di masyarakat.
Di tengah situasi tersebut, PLTA Poso menjadi penyuplai kebutuhan listrik untuk Kota Palu sebagai daerah terdampak bencana.
“PLTA ini sebagai energi terbarukan, artinya bisa mereduksi sumber-sumber energi listrik yang tidak ramah lingkungan. PLTA Poso berada di pusat Pulau Sulawesi sehingga interkoneksi transmisi dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara,” ujarnya.
Ketika dilakukan uji coba bendungan PLTA Poso I pada 2020, telah meningkatkan ketinggian air dan membuat ratusan hektare persawahan di pinggiran Danau Poso terendam.
Petani sekaligus Tetua Masyarakat Adat Danau Poso, Berlin Modjanggo termasuk sosok yang sejak awal memperjuangkan hak-hak para petani.