HARIANSULTENG.COM, MORUT – CV Surya Amindo Perkasa (SAP) menjadi sorotan usai salah seorang karyawannya tewas diterjang banjir bandang, Jumat (03/01/2025).
Surya Amindo Perkasa merupakan perusahaan pertambangan nikel di Kabupaten Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah.
Pendiri Ruang Setara (RASERA) Project, Aulia Hakim menegaskan bahwa bencana ekologis seperti yang terjadi di wilayah operasi CV SAP, seharusnya sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mempersiapkan antisipasi.
“Ini tentu sangat menggambarkan secara gamblang sejauh mana peran pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten. Pemerintah tidak melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangannya,” kata Aulia Hakim, Sabtu (04/01/2025).
Menurut pegiat lingkungan yang akrab disapa Tulus itu, CV Surya Amindo Perkasa memiliki sejumlah permasalahan.
Pada tahun 2016, Kementerian ESDM mengeluarkan pengumuman nomor: 1115.Pm/04/DJB/2016 tentang Penetapan IUP Clear and Clean ke-18 dan Daftar IUP yang Dicabut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
Dalam lampiran surat tersebut, terdapat daftar IUP yang dicabut termasuk Surya Amindo Perkasa dengan nomor izin 540.3/SK.005/DESDM/III/2010 yang mengantongi izin Operasi Produksi, kemudian melalui surat pencabutan 188.45/KEP-B.MU/008/IV/2015.
Pada November 2024, perusahaan itu juga diberikan sanksi oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), atas praktik kegiatan operasional yang tidak dilengkapi dengan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan Perizinan Berusaha.
Akibatnya, Surya Amindo Perkasa disegel dalam aktivitas reklamasinya untuk menghentikan pelanggaran dan memaksa perusahaan tersebut memenuhi kewajibannya dengan mengurus PKKPRL dan Perizinan Berusaha.
“Sudah saatnya pemerintah berbenah dan lebih proaktif dalam monitoring dan evaluasi terhadap para pelaku usaha bisnis di sektor nikel ini. Para pekerja dan masyarakat lokal yang menanggung segala dampaknya, termasuk apa yang terjadi saat ini yang menelan korban jiwa,” terang Tulus.
Dirinya mendesak pemerintah daerah dan lembaga legislatif segera menindak perusahan-perusahaan yang beraktivitas tanpa pedoman lingkungan dan ruang.
“Kita ingin mengawal proses industrialisasi disektor hulu hilit pertambangan nikel di Sulteng terkhsusus Morowali bersaudara ini tegas secara aturan dan tunduk dan patuh terhadap norma-norma lingkungan hidup,” tuturnya.
Selain Surya Amindo Perkasa, terdapat 3 perusahaan lain yang beroperasi di wilayah yang terdampak banjir, yaitu PT Kitami, PT Palu Baruga Yaku, dan PT Usaha Kita Kinerjatama (UKK).
Perusahaan-perusahaan tersebut juga melakukan pembukaan lahan secara masif dalam proses ekstraksi mineral nikel.
PT Palu Baruga Yaku pada Desember lalu melalui Kementerian ESDM, mendapat Surat Pengenaan Sanksi Adiministratif Peringatan Pertama Jaminan Reklamasi dengan nomor surat T-224/MB.07/DJB.T/2024.
Dalam surat tersebut, perusahaan dinyatakan tidak melakukan kewajiban reklamasi sesuai ketentuan Permen ESDM nomor 26 Tahun 2018 pasal 22.