HARIANSULTENG.COM, PASANGKAYU – Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Pasangkayu melakukan pemeriksaan setempat terkait sengketa tanah bekas bioskop di Desa Tampaure, Kecamatan Bambaira, Kamis (14/9/2023).
Gugatan dilayangkan oleh Gozal Karyono, seorang warga Kota Palu, Sulawesi Tengah. Adapun tergugat yakni masing-masing atas nama Amanudin (tergugat I) dan Bahtiar (tergugat II).
Pemeriksaan setempat yang berlangsung selama kurang lebih setengah jam itu dipimpin langsung Narendra Aryo Bramastyo selaku Ketua Majelis Hakim.
Pantauan HarianSulteng.com, majelis hakim dan panitera PN Pasangkayu mencatat setiap letak batas tanah berdasarkan versi dari pihak penggugat maupun tergugat.
Setelah pemeriksaan setempat dinyatakan selesai, sidang lanjutan akan digelar pada 21 September 2023 dengan agenda pemberian keterangan saksi dari pihak penggugat
“Sidang akan kita tunda hingga hari Kamis (21 September 2023) pukul 10.00 Wita, dengan toleransi waktu 30 menit,” ujar Ketua Majelis Hakim Narendra Aryo Bramastyo.
Kuasa Hukum Gozal, Moh Fadly dari Kantor Hukum Tepi Barat and Associates menyebut perkara sengketa ini bermula ketika kliennya membeli sebidang tanah dari seorang warga bernama Hasan.
Tanah dengan luas 70 x 30 meter ini dibeli Gozal pada 6 Juli 1994 seharga Rp1,8 juta. Pembelian tersebut dibuktikan dengan Surat Keterangan Peralihan Atas Jual Beli Tanah yang dibuat di hadapan Kepala Dusun Tampaure dan Kepala Desa Bambaira.
Setahun setelahnya, Gozal mendirikan bioskop di atas tanah yang dibelinya dan mendapat persetujuan Kepala Dusun Tampaure dan Kepala Desa Bambaira.
Namun pada akhir tahun 1995, penggugat terpaksa menutup usaha bioskop tersebut karena keterbatasan sumber daya manusia dan harus mengelola usaha di Palu.
“Namun, tanpa hak yang jelas, tergugat I (Amanuddin) menanami tanah objek sengketa dengan kelapa sawit sekitar tahun 2010 dan mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Kemudian menjual sebagian tanah milik klien kami kepada tergugat II (Bahtiar),” kata Fadly.
Olehnya, Fadly menganggap perbuatan para tergugat merupakan tindakan melawan hukum karena secara tidak sah menguasai dan memanfaatkan tanah yang merupakan milik penggugat tanpa izin.
Hasan sebagai orang yang menjual tanah tersebut kepada Gozal mengaku siap menjadi saksi dalam persidangan.
“Saya siap (jadi saksi). Tanah itu saya punya, saya beli juga. Namun karena anak saya tidak bangun rumah, jadi saya minta ambil kembali saja, tapi yang punya tanah bilang jual saja,” tutur Hasan.
Sementara itu, tergugat I maupun tergugat II dalam dalam eksepsi dan jawabannya menganggap gugatan Gozal tidak jelas, serta kurang pihak.
Pertama, pihak tergugat mempertanyakan bukti dasar kepemilikan Hasan yang menunjukkan tanah yang dijualnya kepada penggugat merupakan miliknya.
“Harus mempunyai bukti dasar kepemilikan, apakah bukti tersebut berupa bukti keterangan penguasaan, bukti IPEDA ataupun bukti-bukti lainnya yang menunjukkan bahwa tanah yang dijualnya kepada penggugat tersebut adalah benar miliknya dan bukan milik orang lain,” mengutip isi eksepsi dan jawaban tergugat.