Sementara mengenai visum, kata Syahlan, ustaz AA awalnya ragu menerima korban untuk belajar di tempat pengajiannya.
Hal itu lantaran pada 6 Januari 2023, AA mengetahui bahwa korban sebelumnya memiliki masalah saat mondok di Kabupaten Poso.
Terlebih, ustaz AA mendapat pengakuan langsung dari pacar korban berinisial Y bahwa pernah melakukan hubungan layaknya suami istri.
Bahkan, Syahlan memiliki rekaman terkait pengakuan orangtua korban yang mengetahui sang anak berhubungan dengan pacarnya.
“Ustaz meminta pacarnya ini bertanggung jawab, niatnya ingin melindungi korban. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum adanya laporan ke polisi yang menyatakan kejadian terjadi Februari 2023,” jelas Syahlan.
Seiring berjalannya waktu, ustaz AA merasa heran ketika diminta orangtua korban untuk mengakui telah melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya.
Syahlan mengatakan, anehnya orangtua korban justru tidak pernah melaporkan Y selaku pacar anaknya kepada kepolisian.
“Kenapa kasus ini dilimpahkan ke klien kami. Orangtua korban sendiri telah mengakui hubungan anaknya dengan pacarnya, kenapa tidak ke Y, kenapa tidak diperiksa,” ujarnya.
Ia menambahkan, penyidik menetapkan ustaz AA sebagai tersangka salah satu alasannya bahwa baju korban robek.
Padahal, kata Syahlan, baju korban robek saat bertemu dengan pacar barunya berinisal D. Ia mengklaim hal itu turut dibenarkan oleh para santri.
“Kami sangat menyayangkan proses penetapan tersangka oleh Polresta Palu. Dalam Undang-Undang TPKS, selain keterangan korban juga perlu dikuatkan dengan alat bukti. Sementara alat bukti apa sehingga klien kami menjadi tersangka, tidak ada satu pun yang melihat kejadian seperti yang dituduhkan. Kami merasa terzolimi,” jelasnya.