HARIANSULTENG.COM, PALU – Ratusan warga lingkar tambang Poboya kembali menggelar unjuk rasa di depan kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), Senin (15/12/2025).
Demonstrasi ini dilakukan karena tuntutan warga dalam aksi sebelumnya tentang penciutan wilayah kontrak karya CPM belum juga direalisasikan hingga batas waktu tujuh hari yang diberikan kepada perusahaan.
Kusnadi Paputungan selaku koordinator lapangan menegaskan aksi mereka bukan lagi bertujuan membuka ruang dialog.
Menurutnya, masyarakat hanya meminta satu hal: kepastian sikap perusahaan terhadap tuntutan penciutan lahan.
“Hari ini kami datang bukan lagi untuk bernegosiasi, tapi meminta kepastian penciutan lahan. Jawabannya iya atau tidak. Apakah CPM mau mengajukan penciutan lahan konsesi ke Kementerian ESDM atau tidak,” kata Kusnadi.
Ia menyampaikan bahwa masyarakat lingkar tambang merasa telah terlalu lama menunggu tanpa kejelasan.
Berbagai tuntutan yang disampaikan sebelumnya dinilai tidak mendapatkan respons yang memadai dari pihak perusahaan. Olehnya, warga meminta CPM bersikap terbuka dan serius dalam menanggapi desakan mereka.
Kusnadi menilai berbagai pertemuan dan komunikasi yang telah dilakukan selama ini belum menghasilkan keputusan yang berpihak pada warga lingkar tambang.
“Jangan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Kami sudah bosan bernegosiasi. Hari ini kami akan buat perhitungan. Kalau diblokade hari ini masuk ke kantor CPM, maka blokade kami minta jangan dibuka-buka. Supaya sama-sama kita tidak punya akses keluar masuk,” tuturnya.
Dalam orasinya, Kusnadi melontarkan kritik keras terhadap sikap CPM yang dinilainya tidak menunjukkan empati kepada masyarakat lingkar tambang.
Ia bahkan menyebut perusahaan tersebut tidak memiliki hati nurani dalam menjalankan aktivitas pertambangan.
“CPM ini sudah seperti model kompeni gaya baru,” ucapnya.
Orator lainnya, Agus Walahi, menyampaikan pandangan senada. Ia menegaskan bahwa CPM bukan pemilik kedaulatan secara penuh atas wilayah tambang Poboya.
Menurutnya, keberadaan perusahaan seharusnya berjalan seiring dengan kepentingan masyarakat setempat yang telah lama menggantungkan hidup di wilayah tersebut.
Agus menyebut bahwa prinsip berbisnis seharusnya mengedepankan keadilan dan berbagi manfaat, bukan justru menyingkirkan masyarakat dari ruang hidupnya. Ia menganggap apa yang dilakukan CPM selama ini lebih menyerupai perampasan ruang ekonomi warga.
“Berbisnis itu harus berbagi, bukan merampas seperti yang CPM lakukan. Wilayah Parigi sudah diterbitkan WPR, kenapa di sini tidak bisa,” ungkapnya.
Situasi di lokasi aksi sempat memanas lantaran tak ada satupun pihak CPM yang keluar menemui pendemo.
Sebagai bentuk kekecewaan, massa aksi kemudian melakukan pemblokiran jalan menuju lokasi pertambangan yang menjadi akses utama pengambilan material tambang oleh CPM.
Massa menyatakan tindakan itu akan terus dilakukan hingga ada kejelasan dan respons langsung dari pihak perusahaan terkait tuntutan penciutan konsesi.
Sejumlah tokoh masyarakat dan adat turut memberikan orasi untuk menyemangati peserta aksi. Mereka di antaranya Ketua Adat rumpun Da’a Inde, Irianto Mantiri, Tezar Abdul Gani, dan Amir Sidik.














