HARIANSULTENG.COM, PALU – Guru Besar Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam Universitas Hasanuddin, Prof Abrar Saleng menegaskan bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) selama ini hanya menguntungkan para pemodal gelap alias cukong.
Satu sisi, para pekerja di lapangan hanya memperoleh bagian yang sangat kecil. Belum lagi negara harus menanggung kerugian yang tak sedikit.
“Kalau terjadi masalah hukum atau kecelakaan kerja, yang dikorbankan selalu pekerja. Pekerja yang ditangkap, pekerja yang jadi korban kecelakaan, sementara cukongnya tidak pernah diproses hukum,” tegasnya, Sabtu (13/12/2025).
Padahal, sambung Abrar, aktivitas tersebut sejatinya memanfaatkan aset milik negara tanpa kewajiban apa pun kepada negara.
“Ini haknya negara, asetnya negara. Tapi PETI tidak punya kewajiban apa pun, tidak ada PNBP,” ujarnya.
Selain itu, para cukong PETI juga tidak bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Padahal, dalam wilayah izin usaha pertambangan, pihak pemegang izinlah yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas dampak lingkungan dan sosial.
Berbeda dengan perusahaan resmi seperti PT Citra Palu Minerals (CPM) yang memiliki kewajiban pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Kewajiban tersebut diatur melalui rekomendasi pemerintah daerah hingga peraturan daerah (perda) yang harus dievaluasi setiap tahun.
Abrar juga mengingatkan bahwa UU Minerba secara tegas menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan atau produksi ilegal dapat dikenai denda hingga Rp100 miliar dan pidana penjara maksimal 5 tahun.
“Kalau yang melakukan rakyat kecil, pasti dia yang kena hukum. Tapi ketika ditanya, mereka sering bilang hanya disuruh. Ini yang disebut intellectuele dader, yakni dalang atau otak intelektual di balik tindak pidana. Ini yang seharusnya didalami,” jelasnya.
Karena itu, Abrar menegaskan bahwa penegakan hukum seharusnya dimulai dari para cukong sebagai pihak yang paling diuntungkan.
“Menurut saya, cukongnya dulu yang ditangkap,” tegas Prof. Abrar.
Ia juga menyoroti kondisi para pekerja PETI yang mempertaruhkan nyawa setiap hari. Bahkan, jika terjadi kecelakaan hingga menimbulkan korban jiwa, sering kali tidak dilaporkan karena status kegiatan yang ilegal.
“Mereka ini kasihan, nyawanya digadaikan. Kalau ada yang meninggal, tidak dilaporkan. Sementara cukong-cukongnya, yang jadi ‘bekingan’, tidak pernah terlihat, tapi merekalah yang paling menikmati hasilnya,” pungkasnya.
(Fat)














