HARIANSULTENG.COM, PALU – Perlakukan Dirsamapta Polda Sulteng, Kombes Richard B. Pakpahan, yang diduga menganiaya seorang anak di warung kopi (warkop) memicu kemarahan keluarga.
Dugaan penganiayaan ini terjadi di Roemah Balkot, Jalan Balaikota, Palu, Sabtu (14/6/2025) lalu. Saat itu, Richard memesan mi kuah dan telur untuk anaknya yang sedang sakit.
Namun, pelayan warkop hanya mengantar mi tanpa telur ke meja Richard. Diduga karena kesal, Richard kemudian pergi ke dapur dan melempari telur ke kepala pelayan disertai aksi pemukulan.
Ayah korban, Jerry, mengaku baru mengetahui kekerasan yang dialami anaknya setelah peristiwa tersebut ramai diberitakan media.
“Kejadiannya hari Sabtu, tapi saya baru dikabari hari ini. Seharusnya ditanyakan baik-baik dulu, jangan langsung main pukul,” ucapnya via sambungan telepon, Senin (16/6/2025).
Jerry merasa keberatan atas perlakuan kasar terhadap anaknya yang masih di bawah umur. Kendati Richard sudah meminta maaf, ia meminta proses hukum harus tetap berlanjut sesuai aturan perundang-undangan.
“Anak saya bukan karyawan tetap, hanya bantu-bantu karena hari itu kebetulan libur. Walaupun sudah damai, saya sebagai orang tua tetap berharap pelaku diproses,” ujarnya.
Kapolda dan Kabidhumas Polda Sulteng yang dihubungi melalui nomor selulernya–hingga berita ini tayang–belum memberikan respons apapun terkait masalah tersebut.
Saat dikonfirmasi, Richard B. Pakpahan, membantah adanya pemukulan. Ia menyebut peristiwa itu terjadi karena misskomunikasi.
“Tidak benar, tidak ada pemukulan. Pada saat itu juga sudah saling memaafkan,” katanya melalui pesan tertulis.
Peristiwa ini mendapat sorotan dari Kepala Perwakilan Komnas HAM Sulteng, Livand Bremer. Dirinya mendesak Propam Polda Sulteng memeriksa Richard karena telah bersikap arogan terhadap pelayan warkop.
“Saya sudah meminta propam bukan hanya memanggil, tetapi memberikan atensi serius agar yang bersangkutan segera diperiksa,” imbuh Livand.
Livand menyayangkan arogansi yang ditunjukkan oknum perwira Polda Sulteng. Menurutnya, perilaku Richard mesti diganjar sanksi etik yang berlaku di internal kepolisian.
“Harus dijatuhi sanksi etik jika terbukti, apalagi korbannya masih di bawah umur. Kami meminta propam memeriksa yang bersangkutan. Tidak etis pejabat Polda Sulteng bertindak semacam itu. Kami menuntut tindakan tegas,” pungkasnya.
(Fandy)