HARIANSULTENG.COM, PALU — Acara Semarak Sulteng Nambaso tuntas pada 12 Mei 2025. Namun, sisa kisruhnya masih berlanjut hingga saat ini. Polemik yang menyertainya terus mengemuka. Para penyelenggara kini berhadapan dengan aparat penegak hukum.
Berangkat dari laporan Yayasan Rumah Hukum Tadulako, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah mulai mengusut pengelolaan anggaran event konser perayaan HUT ke-61 Sulteng tersebut.
Alhasil, 2 Juni 2025, penyelidik memanggil Sekdaprov Sulteng, Novalina Wiswadewa, untuk dimintai keterangan sebagai penanggung jawab acara.
“Yang bersangkutan tidak menghadiri panggilan karena ada kegiatan lain, dan dijadwalkan kembali untuk dimintai keterangan pada 10 Juni 2025,” kata Kasipenkum Kejati Sulteng, Laode Abdul Sofian, Selasa (3/6/2025).
Sehari berselang, Kejati Sulteng juga memanggil sekretaris panitia penyelenggara. Hasilnya sama, yang bersangkutan absen memenuhi panggilan.
“Sampai hari ini belum ada yang hadir. Semua berhalangan dan minta penjadwalan kembali. Semuanya kita jadwalkan pekan depan,” ungkap Laode.
Saat hariansulteng.com meminta konfirmasi via nomor pribadinya, Novalina—hingga berita ini tayang—tak kunjung memberikan jawaban ihwal alasan dirinya mangkir dari panggilan kejati.
Selain Novalina, kejaksaan juga berencana memanggil bendahara dan ketua panitia penyelenggara Semarak Sulteng Nambaso 2025. Faidul Keteng selaku ketua panitia akan dimintai keterangan pada Selasa (10/6) mendatang.
Sejak perkara ini bergulir di Kejati Sulteng, kami telah berulang kali meminta tanggapan Faidul Keteng. Hasilnya nihil belaka. Tak ada respons.
Diberitakan sebelumnya, Yayasan Rumah Hukum Tadulako mengendus dugaan penyelewengan dana di balik penyelenggaraan Semarak Sulteng Nambaso 2025.
Kuat dugaan acara yang berlangsung 19 April hingga 12 Mei 2025 itu menggunakan anggaran yang bersumber dari APBD dan sumbangan/sponsor.

Yayasan Rumah Hukum Tadulako bersama Kasipenkum Kejati Sulteng Laode Abdul Sofian (Sumber: Istimewa)
Rumah Hukum Tadulako menyoroti tidak adanya keterbukaan informasi publik terkait besaran anggaran, sumber dana, dan kegunaannya.
“Intinya kami meminta keterbukaan seluruh pihak terkait penyelenggaran yang terlibat,” kata Direktur Rumah Hukum Tadulako, Moh Rivaldy Prasetyo, Sabtu (17/5).
Liputan hariansulteng.com berjudul “Karut Marut di Balik Panggung Semarak Sulteng Nambaso”, tayang 16 Mei 2025, menemukan sejumlah kejanggalan yang tak banyak diketahui publik.
Pertama, kami tidak menemukan pelibatan event organizer (EO) profesional yang berperan merancang acara. Padahal saat ditemui di ruangannya (15/5), Faidul Keteng mengaku bahwa pihaknya turut menggandeng jasa EO untuk menggarap event konser memperingati hari jadi Sulteng tersebut.
Akan tetapi, Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng itu tidak menyebut nama perusahaan dan asal EO yang mereka berikan tanggung jawab.
“EO-nya ada. EO resmi yang lain kalau mau bikin event silakan. Kalau butuh rekomendasi untuk mencari dana juga boleh, tidak ada larangan,” ucap Faidul.
Sehari setelahnya, Faidul meralat sendiri keterangannya soal keterlibatan jasa perencana acara dalam Semarak Sulteng Nambaso 2025.
“Tidak ada EO yang dilibatkan. Hanya sekelompok anak muda yang ikut berpartisipasi membantu dengan sukarela tanpa bayaran,” ujarnya melalui rilis pers, Jumat (16/5).
Keterangan sedikit berbeda diutarakan Gubernur Sulteng, Anwar Hafid. Ia menyebut EO hanya bergerak menyelenggarakan acara pembukaan.
“Kami memakai EO waktu pembukaan saja. Kegiatan OPD-OPD itu tidak ada EO,” ucapnya.
Keanehan lain, Pemprov Sulteng dan pihak panitia tidak membeberkan jumlah pasti kucuran APBD dan sponsorship yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan acara.
Faidul Keteng mengatakan, berbekal rekomendasi gubernur, EO yang ditunjuk kemudian menawarkan sponsor kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Sulteng.
“EO yang jalan meminta sumbangan (sponsor) ke perusahaan-perusahaan, baik tambang dan lain-lain. Kami tidak bisa tanya berapa (jumlah sponsor),” kata Faidul.
Belakangan, Faidul kembali mengubah pernyataannya mengenai surat rekomendasi gubernur untuk membantu EO dalam mencari dukungan pendanaan.
“Pak gubernur tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi ke siapa pun untuk menggalang dana. Tidak ada EO. Kepanitiaan yang mencari dana dibantu sukarelawan,” kilah Faidul.
Dihubungi terpisah, Gubernur Sulteng Anwar Hafid juga tidak membeberkan total biaya produksi yang berasal dari APBD maupun sponsor.
Mantan bupati Morowali dua periode itu hanya memberi gambaran bahwa anggaran yang digunakan tidak lebih besar dari perayaan HUT Sulteng sebelumnya.
“OPD-OPD bikin acara dengan alokasi dengan kemampuan masing-masing dan tidak pakai EO. Artis disewa dan dibayar langsung oleh pemda. Acaranya sebulan, tapi anggarannya sama dengan empat hari karena panggung besar hanya digunakan malam Minggu. Kalau dibandingkan (biaya) dengan HUT Sulteng sebelumnya, itu jauh lebih besar,” imbuh Anwar.