HARIANSULTENG.COM, PALU – Yayasan Masyarakat Madani Sulawesi Tengah (YAMMI Sulteng) kembali berunjuk rasa menuntut penertiban tambang ilegal di Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Puluhan massa yang membawa poster dan spanduk tuntutan melakukan demonstrasi di depan Mako Polda Sulteng, Jumat (24/10/2025).
Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamanei, menegaskan bahwa maraknya aktivitas PETI di Sulawesi Tengah telah merugikan negara dan merusak lingkungan secara serius.
Menurutnya, lemahnya pengawasan dan penertiban dari aparat penegak hukum, khususnya Polda Sulteng, membuat praktik ilegal ini terus berlangsung tanpa ada tindakan nyata.
“Tambang emas ilegal beroperasi hanya sekitar 10 kilometer dari Markas Polda Sulteng, tapi sampai hari ini belum ada penindakan. Ini bentuk pembiaran terhadap kejahatan lingkungan,” kata Africhal.
Pihaknya menyoroti aktivitas pertambangan emas tanpa izin di wilayah Poboya, Kota Palu, yang bernilai triliunan rupiah. Aktivitas ini dinilai hanya menguntungkan para cukong atau pemodal besar yang bersembunyi di balik istilah “tambang rakyat”.
Padahal, ujar dia, masyarakat kecil hanya dijadikan tameng agar para pemodal bisa terus meraup keuntungan besar tanpa tersentuh hukum.
Selain itu, YAMMI juga menemukan adanya peredaran sianida ilegal di lokasi tambang yang diduga menghasilkan omzet hingga ratusan miliar rupiah per tahun tanpa penindakan berarti.
Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan air raksa dilakukan tanpa standar keselamatan, menimbulkan pencemaran lingkungan dan mengancam kesehatan warga Palu.
Berdasarkan hasil investigasi YAMMI, peredaran sianida ilegal di area PETI Poboya mencapai 850 ribu kilogram per tahun.
Aktivitas ini tidak menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sehingga limbah kimia langsung mencemari tanah dan air di sekitar lokasi.
Sebagai lembaga penegak hukum, Africhal menyebut Polda Sulteng seharusnya berada di garda terdepan memberantas kejahatan lingkungan, bukan membiarkan tambang ilegal terus beroperasi di dekat markas mereka.
“Pembiaran ini bukan hanya kelalaian tugas, tapi juga mencerminkan ketidakberpihakan terhadap hukum dan keselamatan rakyat,” ucapnya.
Adapun tuntutan YAMMI Sulteng dalam aksinya antara lain:
1. Melakukan operasi penertiban segera terhadap seluruh aktivitas pertambangan emas tanpa izin di Kota Palu, khususnya di wilayah Poboya dan sekitarnya.
2. Menangkap dan memproses hukum para cukong, pemodal, serta pelaku tambang ilegal sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
3. Membongkar jaringan perdagangan sianida ilegal dan menangkap para pelaku hingga ke akar-akarnya.
4. Kapolda Sulteng harus bertanggung jawab secara langsung dan memberikan penjelasan kepada publik mengapa pembiaran terhadap PETI masih terus terjadi hanya beberapa kilometer dari markasnya. Jika tidak mampu menegakkan hukum, YAMMI mendesak Kapolda untuk mundur dari jabatannya.
(Fat)














