HARIANSULTENG.COM, PALU — Iming-iming jabatan hingga gaji tinggi membuat banyak orang tergiur berangkat kerja ke luar negeri secara nonprosedural alias ilegal.
Menurut perkiraan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), 95 hingga 97 persen kasus kekerasan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) justru merupakan korban penipuan calo.
Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan, pemerintah terus berupaya melindungi calon pekerja agar tidak masuk mata rantai pengiriman TKI yang tidak sesuai prosedur.
Dalam agenda terakhir kunjungannya di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa (10/6/2025), upaya itu salah satunya diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Pemerintah Provinsi Sulteng untuk menangani perekrutan TKI bermasalah.
“Mereka (pekerja migran ilegal, red.) rentan mengalami kekerasan karena tidak terdaftar dan terdata dalam sistem negara. Sehingga pemerintah pun tidak mengetahui informasi yang cukup. Masalah baru diketahui ketika viral,” ujar Karding.
Kendati demikian, sambung Karding, pihaknya tidak bisa berlepas tangan terhadap para TKI ilegal yang mengalami kekerasan di negeri orang.
Ia mengakui bahwa tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia atau TKI secara mudah, cepat, dan aman masih menjadi tantangan berat hingga kini.
Sedangkan calo mengiming-imingi prosedur yang lebih praktis. Mereka menarik calon korbannya dengan cara yang mudah, tapi sebenarnya berbahaya dan tidak ada perlindungan bagi TKI.
“Jangan-jangan orang bekerja ke luar negeri lewat calo karena lebih gampang dibanding mengikuti prosedur yang diatur oleh negara. Sehingga nanti kami akan atur agar mekanisme pengiriman pekerja ke luar negeri tidak rumit,” tuturnya.

Jumlah Pengaduan Pekerja Migran Indonesia 2024 (Sumber: BP2MI/dataindonesia.id)
Merujuk data P2MI, hingga 2024, jumlah PMI mencapai 296.970 orang. Jumlah tersebut meningkat 8,40% dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 273.965 orang. Sedangkan dari sisi pengaduan, tercatat ada 1.500 pengaduan yang diajukan PMI tahun lalu. Jumlahnya terpantau menyusut hingga 22,00% dari jumlah pengaduan PMI pada 2023 yang tercatat 1.923 pengaduan.
Pun demikian, P2MI terus berupaya menekan angka pengaduan tersebut. Salah satu caranya dengan penandatanganan MoU seperti ini sehingga bisa membuka jalan pembentukan Migran Center di berbagai daerah. Tempat ini bakal menjadi pusat pelatihan, informasi, dan layanan satu pintu bagi calon pekerja migran secara legal.
Selain menggandeng Pemprov Sulteng, Kementerian P2MI juga menjalin komitmen serupa dengan Pemkab Sigi, Pemkab Donggala, Pemkab Parigi Moutong, Pemkab Poso, dan Pemkot Palu.
Kerja sama ini disambut baik Gubernur Sulteng, Anwar Hafid. Ia berharap program Kementerian P2MI membantu mengatasi persoalan-persoalan mendasar di daerahnya, seperti menekan jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Program kami bagi anak-anak Sulteng yang tidak ingin kuliah, bisa langsung bekerja dan membantu orang tua. Maka solusinya adalah pelatihan keterampilan tenaga kerja. Program yang kita lakukan hari ini bersama pak menteri adalah salah satu bentuk konkret dari solusi itu,” jelas Anwar.
Acara kemudian ditutup dengan deklarasi Cegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang dipimpin Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho.
Pembacaan deklarasi diikuti secara serentak oleh para pejabat, kepala desa, mahasiswa, dan pelajar yang memadati Gelora Bumi Kaktus (GBK) Palu.
“Kami berharap kegiatan ini membuka wawasan masyarakat Sulawesi Tengah tentang peluang kerja luar negeri yang legal, sehingga mereka tidak terjebak dalam jaringan TPPO maupun migrasi ilegal,” imbuh Agus Nugroho.
(Fandy)