Bagi Mardiman, kasus yang dialami Heandly menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan berdemokrasi, khususnya tentang potret kebebasan pers di Sulawesi Tengah.
Berita Heandly yang ditanggapi dengan laporan polisi, bisa saja membuat jurnalis di Sulteng dihantui ras was-was ketika ingin memberitakan kasus yang berkaitan dengan pejabat publik.
“Pers itu pilar keempat demokrasi. Jurnalis artinya profesi yang mulia. Namun ketika menyuarakan kebenaran, justru risikonya bisa berbalik ke jurnalis itu sendiri. Tapi itulah yang dipilih,” ujar Mardiman.
Mardiman berharap institusi Polri khususnya Polda Sulteng lebih profesional dalam menangani perkara sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Ia berharap kasus Heandly tidak berlanjut. Bila perkara ini dibuka lagi oleh kepolisian, pihaknya siap bertarung di meja hijau.
Di sisi lain, Mardiman juga mengajak jurnalis menyajikan pemberitaan yang akurat dan mematuhi kaidah yang berlaku (Kode Etik Jurnalistik).
“Hal ini juga saya ingatkan kepada Heandly. Risetnya harus matang ketika ingin memberitakan sesuatu. Kumpulkan data dan fakta apalagi ketika ingin menulis kaitannya dengan harkat martabat seseorang,” tuturnya.
(Red)