Pada 29 Oktober 2024, pesan WhatsApp permintaan wawancara dikirim kepada calon bupati Morowali nomor urut 03 Iksan B Abd Rauf, namun tak mendapat respons hingga berita ini ditayangkan.
Di hari yang sama, beberapa kali panggilan telepon ditujukan kepada calon bupati Morowali nomor urut 02 Kuswandi, tetapi tak mendapat respons apapun.
Lalu bagaimana sikap kandidat gubernur?
4 organisasi jurnalis dan media tergabung dalam Forum Jurnalis Sulteng menguji gagasan calon gubernur (cagub) soal isu lingkungan hingga krisis iklim melalui diskusi panel pada 19 November 2024.
Isu ini mereka angkat sebagai respons atas sederet persoalan kritis di tengah maraknya industri pertambangan.
Panitia mengundang tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulteng. Namun hanya cagub nomor urut 01, Ahmad Ali yang hadir langsung.
Sementara cagub nomor urut 02 Anwar Hafid dan cagub nomor 03 Rusdy Mastura tidak dapat memenuhi undangan karena sedang ada agenda kampanye di waktu yang sama.
Dalam forum itu, Ahmad Ali menyebut pemerintah daerah kesulitan menangani sengkarut usaha pertambangan lantaran pengelolaan dan pengawasannya berada di pemerintah pusat.
Aturan ini membuat pemerintah daerah tak memiliki ruang dan hanya ‘menjadi penonton’ atas berbagai persoalan yang ditimbulkan.
“Ketika penerbitan izin dan pengawasan ditarik ke pusat, maka pemerintah daerah berdiri seperti ‘macan ompong’. Ketika menyaksikan kejahatan di depan mata, namun tangannya dibelenggu, tidak bisa bertindak,” jelas Ahmad Ali.
Ahmad Ali mengakui bahwa derasnya investasi pertambangan telah membawa daya rusak terhadap manusia dan lingkungan di daerah penghasil.
Kondisi ini, menurut dia, tidak terlepas dari pemberian pertambangan (IUP) ‘ugal-ugalan’ di masa lalu oleh pemerintah daerah.
Saat debat kedua Pilgub Sulteng, Sulaiman Agusto-pasangan Rusdy Mastura, berjanji akan menyeret penambang yang melanggar hukum dan merusak lingkungan ke pengadilan.
Bagi purnawirawan jenderal TNI bintang dua itu, hukum harus ditegakkan kepada siapapun yang melakukan kerusakan lingkungan akibat pertambangan.
“Bagi kami tidak ada pilihan lain. Penambang-penambang nakal ini bawa ke meja hijau, pidanakan dan penjarakan. Gara-gara tambang di Morowali dan Morowali Utara, hancur semua lingkungan. Provinsi tidak punya kewenangan apa-apa, sudah diambil alih pusat,” ungkap Agusto.
Anwar Hafid punya pandangan lain. Meski perizinan menjadi kewenangan pemerintah pusat, namun pengawasan aktivitas pertambangan tetap melekat pada pemerintah daerah.
Olehnya, pemerintah daerah harus memperketat pengawasan agar memastikan investasi yang berjalan tidak menimbulkan praktik-praktik yang merusak lingkungan.
“Investasi adalah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tapi lingkungan menjadi harga mati bagi kita untuk menjaganya,” ujarnya.
“Yang perlu dilakukan adalah pengawasan yang ketat dari pemerintah provinsi. Best mining pratices harus benar-benar diterapkan agar ancaman kerusakan lingkungan dapat dicegah,” kata Anwar Hafid.
Ajang Pertaruhan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Tadulako (Untad), Richard F Labiro, memberikan pandangannya soal kontestasi Pilkada 2024.