HARIANSULTENG.COM, PALU – Puluhan jurnalis dari berbagai media mengikuti lokakarya jurnalisme kebencanaan bertemakan “Pendekatan Sinergis dalam Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulawesi Tengah”.
Kegiatan itu diselenggarakan oleh Kementerian PUPR bertempat di Hotel Santika, Jalan Moh Hatta, Kota Palu, Jumat (26/5/2023).
Koordinator Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ahmed Kurnia menjadi pembicara pertama yang menyampaikan materi dalam acara tersebut.
Ahmed berharap Palu menjadi kiblat jurnalisme kebencanaan. Sebab ibu kota Sulawesi Tengah (Sulteng) itu pernah diterpa bencana dahsyat berupa gempa bumi, tsunami dan likuifaksi pada 2018.
Menurutnya, media berperan penting dalam membantu menggugah kesadaran masyarakat agar lebih tanggap dan siaga menghadapi bencana.
“Informasi menjadi bagian dari penanggulangan bencana, mulai dari pra bencana, saat terjadi bencana hingga pascabencana. Itu penting,” katanya.
Dikatakan Ahmed, kecemasan kerap menghantui warga terutama yang tinggal di wilayah rawan bencana seperti Sulawesi Tengah.
Kecemasan di tengah masyarakat ini disebabkan karena begitu besarnya ruang ketidakpastian dalam masalah kebencanaan.
Dalam konteks tersebut, media mesti mampu mengendalikan kerisauan publik di tengah spekulasi yang membanjiri linimasa atau media sosial.
Selain melakukan reportase langsung ke lokasi bencana, jurnalis perlu melegitimasi produk jurnalistiknya dengan menghadirkan narasumber dari pemerintah.
Kementerian PUPR menjadi lembaga negara yang bertanggung jawab khususnya dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Media tidak bisa bekerja sendiri. Kita juga membutuhkan narasumber baik dari PUPR maupun pemerintah daerah,” jelas Ahmed.
Setelah menyampaikan materi hampir setengah jam, moderator membuka sesi diskusi kepada para peserta lokakarya.
Pada kesempatan itu, seorang peserta menyentil soal buruknya komunikasi pihak balai atau perwakilan Kementerian PUPR di Bumi Tadulako.
Sentilan ini disampaikan Hendra selaku Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Sulteng.
Menurutnya, sejumlah balai PUPR di wilayahnya terkesan tertutup ketika ingin dikonfirmasi mengenai perkembangan rehab rekon pascabencana 2018.
“Komunikasi dengan balai PUPR ini agak ribet. Biasanya kami hubungi tidak direspon sama sekali,” ujar Hendra.
Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Sulteng, Udin Salim menyayangkan sikap instansi yang kurang komunikatif dalam penyebaran informasi kepada media.
Seharusnya, kata dia, perwakilan PUPR di Sulteng harus memberikan konfirmasi apalagi kepada wartawan yang kompeten dan berasal dari media terpercaya.
Meskipun di sisi lain, dirinya tak menampik masih ada oknum-oknum jurnalis yang menyalahgunakan profesi untuk kepentingan tertentu.
Akan tetapi, fenomena semacam ini tidak seharusnya membuat instansi menarik kesimpulan bahwa semua jurnalis berperilaku buruk sehingga enggan melayaninya.
“Teman-teman PUPR jangan memandang sebelah mata tugas jurnalistik, parahnya kalau semua digeneralisir. Misalnya si A datang, terus dianggap ah ini pasti uang lagi. Tidak semuanya begitu,” tegas Udin Salim.