HARIANSULTENG.COM, PALU – Wulan Lembonunu menjadi salah satu perempuan yang ikut serta dalam aksi menuntut pencabutan UU TNI di Kantor DPRD Sulteng, Kamis (20/03/2025).
Wulan datang bersama mahasiswa dari berbagai kampus dan sejumlah aktivis tergabung dalam Aksi Kamisan Palu.
Tak hanya sekadar hadir, dirinya juga tampil berorasi di hadapan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
“Kelompok perempuan hari ini turut menjadi bagian terpenting untuk terlibat dalam penolakan terhadap UU TNI yang baru disahkan,” kata Wulan.
Wulan menyatakan gerakan sosial dalam lipatan sejarah tidak dapat melepaskan peran besar dari gerakan perempuan.
Dirinya seketika mengenang sosok Marsinah, buruh dan aktivis perempuan yang menjadi korban kekejaman di masa Orde Baru.
Marsinah bekerja di PT Catur Putra Surya, sebuah pabrik arloji di Sidoarjo, Jawa Timur. Ia punya semangat perlawanan yang kuat terhadap ketidakadilan dan eksploitasi buruh.
Kala itu Marsinah bersama rekan-rekan sesama buruh aktif dalam kegiatan unjuk rasa, lantaran perusahaan tempat mereka bekerja menolak menikkan gaji sesuai ketetapan pemerintah.
Aksi ini memicu ketagangan antara buruh dan perusahaan yang belakangan diduga ada campur tangan militer.
Sayangnya, perlawanan untuk kondisi buruh yang lebih baik ini justru berakhir terhadap hilangnya nyawa Marsinah.
Perjuangan Marsinah terpaksa terhenti setelah ia diculik, disiksa, diperkosa dan akhirnya dibunuh pada 8 Mei 1993.
Di tahun yang sama, dirinya mendapat penghargaan Yap Thiam Hien, sebuah penghargaan bergengsi di bidang hak asasi manusia (HAM).
Bagi Wulan, perlawanan Marsinah menjadi salah satu pengingat penting dan simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan.
“Marsinah seorang perempuan pejuang di masa lalu. Ia dibunuh ketika melakukan perlawanan, saat mendorong kehidupan buruh agar mendapat upah yang layak. Marsinah diculik, alat vitalnya dirusak,” ucap Wulan dengan suara bergetar.
Menurut Wulan, negara justru semakin melanggengkan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh perempuan melalui pengesahan RUU TNI.
“Dengan aturan ini (UU TNI), perempuan yang melawan akan diinjak. Tidak ada kebebasan. Perempuan hanya dipandang sebagai pendorong yang terlibat dari dalam rumah,” ucapnya.
(Red)