“Mereka merasa dipersulit. Ngurus izin cuti kan ribet. Harus ke klinik sementara pelayanan mencapai ribuan orang per hari,” katanya.
Pengalaman lain yang dialami buruh perempuan adalah, minimnya atau nyaris tidak ada bus menjemput dari titik parkir ke lokasi pabrik.
Jaraknya sekitar 15 – 20 menit perjalanan. Bagi buruh perempuan kondisi ini sangat rawan terhadap keselamatannya. Sudah ada buruh perempuan yang disergap lalu payudaranya diremas kuat.
“Mau berteriak tidak ada yang dengar, malah pelakunya balik beringas,” ungkap Yunita.
Hingga hari ini, pelaku tersebut tidak diketahui identitasnya. Pelaku juga masih kerap menebar teror pada buruh perempuan tanpa sedikitpun upaya dari perusahaan untuk mencegahnya.
“Sudah dilapor, tapi bagaimana memprosesnya, pelakunya misterius,” tanyanya.
Para perempuan buruh itu menjadi saksi bisu kekejian yang merenggut martabat mereka. Namun, alih-alih mendapatkan keadilan, suaranya terbenam dalam kakunya tembok perusahaan. Seolah luka yang ia bawa, hanyalah bayangan yang tak layak diperjuangkan.
Pengakuan Anas Husni (21) yang bekerja di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Bahodopi, mengonfirmasi tentang buruknya manajemen buruh di perusahaan asal China itu.
Ditemui di kediamannya di Desa Fatufia belum lama ini, ia membeberkan pengalaman pahit yang dialaminya.
Pria asal Pinrang, Sulsel itu, mengaku menyelam di penampungan air limbah dengan hanya menggunakan kaos dan celana pendek. Itu dilakukannya tanpa pelindung diri.
Air itu umumnya berasal dari kamar mandi, WC, cucian piring. Ditampung diolah lagi. Untuk menjadi pendingin di bagian produksi. Saat hujan, pipa akan tertutup oleh semak belukar maupun sampah plastik.
Saat itulah, ia mulai melakukan penyelaman membersihkan sumbatan. Husni mengaku sudah mengajukan permintaan APD kepada atasannya. Namun ini belum dipenuhi.
Alasannya, APD sangat spesifik. Butuh waktu lama, untuk pemesanannya. “Tapi Ini sudah 7 bulanan. Belum ada juga APD yang dijanjikan,” ujar Husni. Selama wawancara, Husni tampak kecewa. Kesal. Bahkan geram.
Di kedalaman limbah yang kotor dan membahayakan, Husni dan kawannya menyelam bergantian tanpa pelindung.
Perusahaan hanya memandang mereka sebagai angka. Bukan manusia yang bernapas yang kesehatannya perlu dilindungi. Tanpa pelindung yang layak, tubuh Husni dan kawannya menjadi tameng terakhir. Demi korporasi yang mengabaikan kemanusiaan demi cuan.
Karyawan KUPI Protes, Beban Kerja Tinggi Upah Rendah
Tak hanya buruh pabrik yang mengeluh dengan situasi kerja di perusahaan pelopor hilirasasi nikel terbesar di Indonesia itu.
Kalangan medis juga sudah lama memendam kekesalan. Beban kerja tinggi. Tapi upah rendah. Dua hal yang menjadi keluhan tenaga medis Klinik KUPI di Bahodopi.
KUPI adalah akronim dari Klinik Utama Permata Indah. Milik pihak ketiga yang melayani sedikitnya 86.000 karyawan di PT IMIP. Jumlah ini belum termasuk warga setempat.
Hidayat salah satu perawat, mengaku banyak hal yang harus dikoreksi dari manajemen KUPI yang mempekerjakan mereka.
Soal hari kerja, hari libur nasional dan hari Minggu. Di tiga waktu itu, mereka tetap kerja. Tapi tidak dimasukan sebagai lembur.