“Saya sejak tahun 2007, tidak berani lagi minum air atau menggunakan air yang bersumber dari Poboya,” ujarnya.
Menurutnya, masalah paparan merkuri di Poboya dan sekitarnya sudah berlangsung sejak tahun 2006.
Kondisi tersebut hingga kini masih berlangsung walaupun skalanya tidak semasif saat ramai-ramainya penambang emas rakyat di Poboya.
Namun, kata dia, paparan merkuri yang masuk ke dalam tanah dan air, kemudian terakumulasi di rantai makanan, selanjutnya berubah menjadi metilmerkuri karena pengaruh mikroorganisme di dalam tanah dan air, bisa berdampak pada hasil tanaman pangan warga di Poboya. Misalnya, pada sayur sayuran terutama kangkung dan bayam.
Upaya Penanggulangan
Tindakan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat merkuri.
Akademisi Untad, Bambang Sardi menyarankan beberapa poin upaya penanggulangan yang dapat diambil untuk mengurangi dampak pencemaran merkuri di Kota Palu.
“Misalnya, dari sisi regulasi dan penegakan hukum, kami menyarankan kepada pemerintah, perlu memperkuat regulasi terkait penggunaan merkuri dan menegakkan sanksi bagi pelanggar,” paparnya.
Masyarakat, menurut Bambang, juga perlu diberikan pemahaman tentang risiko merkuri dan cara pengelolaan limbah yang aman.
Alternatif teknologi juga menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengurangi dampak pencemaran. Mengembangkan dan memperkenalkan teknologi pengolahan emas yang ramah lingkungan dapat mengurangi ketergantungan pada merkuri.
“Selain itu, melakukan studi dan pemantauan kualitas air dan tanah secara berkala untuk mengidentifikasi tingkat pencemaran dan dampaknya,” katanya.
Berbeda dengan Dr Bambang, rekan se-fakultasnya, Syamsuddin, justru mengaku apatis untuk memberi saran kepada pemerintah.
“Tidak ada gunanya kita buat pernyataan atau apalah, tidak pernah mereka mau dengar. Begitu yang saya lihat,” ujarnya.
Lapangan Kerja Baru di Lahan Ilegal
Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik, Untad, Prof. Slamet Riyadi Cante tak menampik bahwa pertambangan rakyat di Poboya berdampak pada pencemaran lingkungan.
Selain itu, kerapkali berpotensi terjadi konflik sosial antar pekerja tambang, konflik ini kerapkali timbul akibat rebutan lubang antarkelompok.
“Sehingga otomatis konflik ini menjadi konflik antara kelompok-kelompok kekerabatan,” katanya.
Namun, kata dia, harus diakui bahwa pertambangan rakyat yang diklaim sebagai penambang emas tanpa izin atau PETI, juga membuka lapangan kerja baru.
“Selain terkait dengan pencemaran lingkungan, juga ada dampak positif yang ditimbulkan, terbuka lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,” ujarnya, Kamis (3/10/2024).
Tulisan ini bagian dari program kolaborasi liputan jurnalis Kota Palu yang tergabung dalam komunitas Roemah Jurnalis