HARIANSULTENG.COM, PALU – Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Palu berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin (3/4/2023).
Mahasiswa memulai demonstrasi sekitar pukul 11.15 Wita sebagai bentuk penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker).
Pantauan di lokasi, mahasiswa yang memaksa masuk ke Gedung DPRD Sulteng sempat terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian yang berjaga di pintu gerbang.
Kapolresta Palu, Kombes Barliansyah melalui pengeras suara berulang kali mengimbau massa aksi agar tidak bertindak anarkis.
“Adik-adik mahasiswa saya imbau jangan anarkis. Kami memahami kalian membawa aspirasi rakyat. Jangan anarkis, kalau terjadi sesuatu korlap bertanggung jawab,” ujar Barliansyah.
Namun mahasiswa tampak tak menyahuti imbauan kepolisian. Mereka tetap memaksa masuk untuk bertemu anggota dewan sambil menggoyang-goyangkan pagar.
Sementara di area depan, massa juga membakar ban bekas sehingga Jalan Sam Ratulangi depan Gedung DPRD Sulteng ditutup sementara.
Sekira pukul 13.10 Wita, dua anggota DPRD Sulteng, yakni Muhaimin Yunus Hadi dan Abdul Karim Aljufri keluar menemui mahasiswa.
Setelah bernegosiasi, seluruh massa aksi akhirnya dipersilahkan masuk ke kawasan Gedung DPRD Sulteng untuk berdialog.
Muhaimin dan Karim Aljufri menerima mahasiswa di depan pintu masuk Gedung DPRD Sulteng. Kedua politisi itu duduk lesehan bersama dengan para pendemo.
Tak puas hanya di halaman, di hadapan anggota dewan, massa aksi meminta berdialog di dalam ruang paripurna.
Akan tetapi, permintaan itu tidak dapat dipenuhi lantaran kapasitas ruangan tidak bisa menampung semua peserta demo.
“Kita berbicara di dalam, tetapi tidak bisa semua. Ruangan kita terbatas, jadi harus dipahami,” ujar Anggota DPRD Sulteng, Abdul Karim Aljufri.
Mengetahui permintaannya tidak bisa dipenuhi, koordinator dan masing-masing jenderal lapangan melakukan diskusi.
Seusai diskusi, sebagian mahasiswa beralmamater Universitas Tadulako (Untad) justru terlihat menarik diri dari demonstrasi.
Mereka beriringan berjalan keluar meninggalkan teman-temannya yang masih berbicara dengan anggota dewan.
“Ingat kita satu komando, ada korlap. Jangan mementingkan diri sendiri untuk masuk tetapi ruangan tidak sesuai. Mereka yang keluar, berarti telah keluar dari garis perjuangan,” ucap seorang orator dari mobil komando.
Koordinator Lapangan (Korlap), Rivaldi menerangkan bahwa keluarnya sebagian massa aksi dipicu karena perbedaan pandangan.
“Kami berbeda pandangan dengan teman-teman yang menarik diri. Kami ingin aksi dengan mengedepankan intelektual, bukan tenaga,” ucapnya. (Bal)