Ia menyebut jika Musprov tetap dilaksanakan dengan mengabaikan sejumlah mekanisme dan prosedur, maka situasinya tidak akan kondusif dan memantik protes keras.
Ashar menilai ada skenario terselubung di balik percepatan jadwal tersebut, yang berpotensi merampas hak kandidat lain secara tidak adil.
“Seharusnya Musprov ini berjalan dengan mekanisme yang benar. Ada aturan yang memungkinkan penundaan atau bahkan pengangkatan karateker jika diperlukan. Tapi justru yang terjadi, Musprov malah dipercepat dengan alasan yang tidak masuk akal,” ujar Ashar.
Ia menyoroti bahwa percepatan ini diduga kuat untuk menghalangi Hj. Arnila Muhammad Ali, salah satu kandidat Ketua Umum KONI Sulteng, yang sebelumnya telah menyatakan akan melaksanakan ibadah umroh.
“Kalau tiba-tiba dimajukan, ini seperti upaya menggugurkan kandidat secara tidak fair. Ini musyawarah yang merampok hak orang lain,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ashar juga mengkritik dugaan adanya upaya mengesahkan calon tunggal dalam Musprov ini.
“Mereka akan memaksakan pimpinan sidang untuk mengesahkan satu calon tunggal. Ini berbahaya dan bisa merusak demokrasi dalam tubuh KONI,” katanya.
Ashar menegaskan bahwa dirinya, sebagai pengurus cabor, akan tetap hadir dalam Musprov meskipun tidak diundang secara resmi.
“Saya akan datang, membawa mandat, dan jika perlu akan melakukan protes langsung di dalam forum. Kalau ini dipaksakan, saya pastikan akan ada keributan,” tandasnya.
Sementara itu, pemerintah daerah dikabarkan telah mengusulkan kepada pihak kepolisian agar mempertimbangkan penundaan Musprov. Namun, belum ada pernyataan resmi terkait tindak lanjut dari usulan tersebut.
Dengan semakin banyaknya penolakan dari berbagai pihak, pelaksanaan Musprov KONI Sulteng pada 21 Maret ini diprediksi akan berlangsung panas dan penuh dinamika.
(Adv)