HARIANSULTENG.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) membeberkan daftar perusahaan sawit yang disebut tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Dalam pertemuan dengan Kementerian ATR/BPN, Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura menyebut ada 43 perusahaan sawit tanpa HGU beroperasi di wilayahnya.
“Tindakan gubernur patut diapresiasi, namun tindakan tersebut telah lama dikerjakan oleh Walhi Sulteng tetapi tidak ada tindakan dari pemerintah. Mestinya pertemuan itu membuka daftar 43 perusahaan tersebut dan langsung menindakinya,” kata Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim, Sabtu (14/1/2023).
Walhi Sulteng mencatat penguasaan lahan sektor perkebunan masih didominasi perusahaan sawit skala besar dengan total luasan izin perkebunan sawit mencapai 722.637,99 hektare, atau 11,14 persen dari 53 korporasi.
Adapun perusahaan-perusahaan besar tersebut yakni anak usaha PT Astra Agro Lestari, Sinarmas Group, Hardaya Inti Plantation dan Kencana Agri Ltd.
Dalam beberapa kasus, Walhi Sulteng juga membeberkan bahwa perusahaan-perusahaan ini hanya berpegang pada izin lokasi yang telah habis masa tenggangnya.
Hal ini dianggap sangat bertentangan dengan Peraturan Meneteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi.
Pasal 9 ayat 1 dalam peraturan itu menjelaskan, izin lokasi diberikan untuk jangka waktu tahun tahun sejak izin lokasi itu berlaku efektif.
Kemudian dalam Pasal 42 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan dan/atau usaha pengelolaan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan perusahaan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan (IUP).
“Pemerintah Sulteng masih mementingkan kepentingan investasi dengan dalil pertumbuhan ekonomi. Misalnya kasus PT ANA yang terindikasi melakukan penghindaran pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan sebesar kurang lebih Rl 1 triliun sejak periode 2014 hingga 2021. PT ANA telah merugikan negara dan juga masyarakat akibat perampasan wilayah kelolanya, namun tidak berani ditertibkan,” tegas Aulia Hakim.
Di satu sisi, Aulia Hakim menilai gubernur hanya sebatas menyampaikan situasi konflik agraria akibat adanya perusahan tidak mengantongi izin HGU.
Sementara, kata dia, terdapat pula kasus perusahaan sawit yang memiliki HGU tetapi melakukan praktik buruk dan kejahatan terhadap warga di lingkar sawit. Artinya dua hal tersebut menjadi pemicu atas konflik agraria di Sulawesi Tengah.
“Kami merekomendasikan gubernur Sulteng segera melakukan tindakan yang tegas terhadap 43 perusahaan tanpa izin HGU berupa tanggung jawab atas kerugian warga selama beroperasi. Kemudian sanksi administratif seperti pencabutan izin secara keseluruhan kepada perusahaan yang tidak menyelesaikan konflik agraria serta segera membentuk peraturan daerah tentang penyelesaian konflik agraria,” terang Aulia Hakim. (Sub)