HARIANSULTENG.COM, NASIONAL – Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, narapidana terorisme Bom Bali I dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Kelas I Surabaya pada 7 Desember 2022.
Dalam serangan teror yang menewaskan 202 orang pada 12 Oktober 2002 lalu, Umar Patek berperan sebagai perakit dan perancang bom.
Lelaki yang kini berusia 56 tahun itu berhasil ditangkap dari pelariannya di Pakistan pada Maret 2011. Dia kemudian dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Setelah dikeluarkan dari penjara lewat program pembebasan bersyarat, Umar mengaku tobat, serta berjanji bakal mengabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dalam wawancara di acara Kick Andy, Umar menceritakan sejumlah penyebab yang membuat hatinya luluh hingga memutuskan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pertama, ia merasa keluarga besarnya tetap merangkul meski selama ini berbeda pandangan secara ideologis dengan dirinya.
“Saya mulai insaf ketika keluarga merangkul sekalipun menentang pemikiran dan jalan hidup saya. Mereka tetap menganggap saya bagian dari keluarga. Di situlah saya mulai sadar,” ujar Umar Patek dikutip dari kanal YouTube METRO TV, Kamis (16/3/2023).
Selain keluarga, lelaki asal Pemalang, Jawa Tengah itu merasa bersyukur ditangani Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Ia pun mengungkap sosok Rudy Sufahriadi yang berperan penting dalam proses tobatnya ketika dijemput di Pakistan.
Dikatakan Umar, Rudy bersama tim Densus 88 yang diutus Pemerintah Indonesia memperlakukannya dengan baik ketika ingin membawanya ke tanah air.
Rudy Sufahriadi yang kini berpangkat inspektur jenderal (irjen) dan menjabat Kapolda Sulteng menjadi orang pertama yang berbicara kepada Umar.
Meski belasan tahun berlalu, Umar masih mengingat sebuah kalimat yang diucapkan jenderal bintang dua tersebut.
“Bapak Rudy Sufahriadi orang pertama yang berbicara kepada saya. ‘Sebesar apapun kesalahan antum (kamu, red) kepada negara, antum adalah putra bangsa yang mana kami wajib menyelamatkan antum,'” kata Umar menirukan perkataan Rudy kala itu.
Ia awalnya tak menyangka diperlakukan secara baik dan mendapat banyak dukungan. Dalam benak Umar, petugas Densus 88 tergambar sebagai sosok yang kejam.
“Itu kalimat yang sangat dalam, masuk ke dalam hati dan pikiran saya. Artinya di luar dugaan,” ucapnya.
Di akhir acara, Umar Patek berusaha meyakinkan masyarakat bahwa dirinya benar-benar insaf dan telah meninggalkan paham radikalisme.
Sambil menitikkan air mata, anak pertama dari tiga bersaudara itu kembali menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban tragedi Bom Bali 2002.
“Untuk kesekian kalinya, saya memohon maaf. Saya bersalah, saya berdosa. Semoga Allah meringankan saya di yaumul hisab. Perkara mereka memaafkan atau tidak itu hak mereka. Sampai kapanpun saya memohon maaf. Saya selalu mendoakan mereka (korban) apapun agama dan asal negara mereka,” kata Umar Patek. (Sub)