Lantas mau dikemanakan ratusan bahkan ribuan sarjana-sarjana yang telah menempuh pendidikan selama kurang lebih 4 tahun dalam institusi pendidikan yang sah.
Dalam hal ini, mahasiswa-mahasiswa yang mengambil jurusan atau peminatan K3, jika durasi pendidikan yang ditempuh, mungkin semua orang sependapat jikalau yang menempuh pendidikan selama kurang lebih 4 tahun tentunya lebih memiliki kapasitas jika dibandingkan dengan seseorang yang hanya menempuh pembinanaan hanya selama kurang lebih 12 hari.
Ketika pengalaman yang menjadi indikatornya, mahasiswa-mahasiswa jurusan atau peminatan K3 tersebut, memiliki satu mata kuliah wajib yaitu magang atau residensi, yang dalam kurikulum pendidikan tersebut telah ditentukan durasinya minimal selama satu bulan dalam proses menempuh mata kuliah ini.
Jika seseorang untuk dikatakan sebagai Ahli K3 Umum, hanya ketika mengikuti pembinaan Ahli K3 Umum selama sekitar 12 hari kemudian dinyatakan lulus sertifikasi Kemenaker RI.
Alangkah lebih baiknya jurusan atau peminatan K3 dalam institusi Pendidikan tersebut ditutup saja, karena sejatinya tujuan menempuh pendidikan secara formal adalah menambah dan meningkatkan kapasistas pengetahuan seseorang kemudian mendapatkan pengakuan sebagai orang yang ahli dalam bidang tersebut, bukan hanya sekedar ijazah semata.
Jika melihat ungkapan dari orang terdahulu kita ‘lebih baik mencegah dari pada mengobati’, maka sudah selayaknya dengan peran aktif pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan menyikapi suatu permasalah ini yang menjadi komponen penting dalam mewujudkan budaya K3 di Indonesia.
Jangan hanya menjadikan momentum hari K3 Internasional ini sebagai ajang seremonial tahunan belaka, mengingat pentingnya K3 sebagai sebuah investasi perusahaan dalam mensejahterakan pekerja, bukan sebagai beban, sehingga dapat meningkatkan stabilitas Negara.