Home / Opini

Jumat, 28 April 2023 - 21:18 WIB

Refleksi Hari K3 Internasional

Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako, Muhammad Sabri Syahrir/Ist

Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako, Muhammad Sabri Syahrir/Ist

Lantas mau dikemanakan ratusan bahkan ribuan sarjana-sarjana yang telah menempuh pendidikan selama kurang lebih 4 tahun dalam institusi pendidikan yang sah.

Dalam hal ini, mahasiswa-mahasiswa yang mengambil jurusan atau peminatan K3, jika durasi pendidikan yang ditempuh, mungkin semua orang sependapat jikalau yang menempuh pendidikan selama kurang lebih 4 tahun tentunya lebih memiliki kapasitas jika dibandingkan dengan seseorang yang hanya menempuh pembinanaan hanya selama kurang lebih 12 hari.

Ketika pengalaman yang menjadi indikatornya, mahasiswa-mahasiswa jurusan atau peminatan K3 tersebut, memiliki satu mata kuliah wajib yaitu magang atau residensi, yang dalam kurikulum pendidikan tersebut telah ditentukan durasinya minimal selama satu bulan dalam proses menempuh mata kuliah ini.

Baca juga  Islam, Indonesia dan HMI: Resolusi Konflik dan Arah Kebijakan Negara Kunci Perdamaian Dunia

Jika seseorang untuk dikatakan sebagai Ahli K3 Umum, hanya ketika mengikuti pembinaan Ahli K3 Umum selama sekitar 12 hari kemudian dinyatakan lulus sertifikasi Kemenaker RI.

Alangkah lebih baiknya jurusan atau peminatan K3 dalam institusi Pendidikan tersebut ditutup saja, karena sejatinya tujuan menempuh pendidikan secara formal adalah menambah dan meningkatkan kapasistas pengetahuan seseorang kemudian mendapatkan pengakuan sebagai orang yang ahli dalam bidang tersebut, bukan hanya sekedar ijazah semata.

Baca juga  Dari Pekarangan ke Perlawanan: Menolak 'Kabupaten Sawit' di Tojo Una-Una

Jika melihat ungkapan dari orang terdahulu kita ‘lebih baik mencegah dari pada mengobati’, maka sudah selayaknya dengan peran aktif pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan menyikapi suatu permasalah ini yang menjadi komponen penting dalam mewujudkan budaya K3 di Indonesia.

Jangan hanya menjadikan momentum hari K3 Internasional ini sebagai ajang seremonial tahunan belaka, mengingat pentingnya K3 sebagai sebuah investasi perusahaan dalam mensejahterakan pekerja, bukan sebagai beban, sehingga dapat meningkatkan stabilitas Negara.

Share :

Baca Juga

Advokat Kantor Hukum Tepi Barat and Associates, Rivkiyadi/Ist

Opini

Sengketa Mahasiswa Fakultas Teknik vs Kehutanan: Kegagalan Serius dalam Keamanan dan Kepercayaan di Untad
Azman Asgar/Ist

Opini

Kebersihan, Pijakan Dasar Kota Jasa
Alfandy Ahmad Eyato/Ist

Opini

Dari Pekarangan ke Perlawanan: Menolak ‘Kabupaten Sawit’ di Tojo Una-Una
Ketua Umum Badko HMI Sulteng, Alief Veraldhi/Instagram @aliefvrldhi

Opini

Menag Larang Penggunaan Pengeras Suara saat Ramadan, Badko HMI Sulteng: Sesat dan Menyesatkan
LEGENDA AHMAD TOHARI SASTRAWAN DAN BUDAYAWAN YANG DITUDUH KOMUNIS

Opini

Legenda Ahmad Tohari Sastrawan Dan Budayawan yang Dituduh Komunis
Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Badko HMI Sulteng, Moh Ridho P Hasan/Ist

Opini

Islam, Indonesia dan HMI: Resolusi Konflik dan Arah Kebijakan Negara Kunci Perdamaian Dunia
Advokat Kantor Hukum Tepi Barat and Associates, Rukly Chayadi/Ist

Opini

Ketika Pelindung Malah Jadi Predator: Perlunya Tindakan Tegas Terhadap Oknum Polisi
Direktur Eksekutif Yayasan Tanah Merdeka, Richard Labiro/Ist

Opini

Merespons Situasi Terkini Ibu Kota Nusantara dari Perspektif Kelas Sosial