Home / Opini

Selasa, 28 Juni 2022 - 16:44 WIB

Legenda Ahmad Tohari Sastrawan Dan Budayawan yang Dituduh Komunis

LEGENDA AHMAD TOHARI SASTRAWAN DAN BUDAYAWAN YANG DITUDUH KOMUNIS

LEGENDA AHMAD TOHARI SASTRAWAN DAN BUDAYAWAN YANG DITUDUH KOMUNIS

Karya Ahmad Tohari juga di pengaruhi oleh sastrawan lain seperti Arswendo, dan beberapa sastrawan lainnya di Indonesia maupun di Luar Negri. Ahmad Tohari menuturkan jika dia sangat menyukai semua sastrawan di Indonesia dan di Luar Negeri, sehingga ia dapat belajar dari bebrapa karya sastrawan dan budayawan lainnya.

Ahmad Tohari menyukai semua hasil karyanya, karena kerja keras yang ia lalui dalam setiap karyanya. Pengaruh karya Tohari terhadap para pembacanya dapat dilihat dari data yang ia berikan.

Novel yang dicetak ulang dan diterbitkan dengan cetakan ke – 18 menjadi karya yang dapat nikmati sampai detik ini selama kurun waktu 40 tahun. Tohari menjelaskan dalam menulis, terkadang terdapat kendala yang menyebabkan ide itu tiba – tiba hilang. Ia menyebutkan bahwa kondisi sosial dan politik yang terjadi di Indonesia, kemanusiaan serta kehidupan masyarakat sosial yang ia lihat dan ia tidak dapat ungkapkan dapat dengan mudah ia tuangkan ke dalam sebuah novel. Tohari berpendapat bahwa kondisi politik saat ini sangat memprihatinkan, dimana masyarakat dan generasi muda saat ini tidak perduli akan kemajuan bangsa.

Baca juga  Dari Pekarangan ke Perlawanan: Menolak 'Kabupaten Sawit' di Tojo Una-Una

Tohari menuturkan setiap karyanya selalu menyisipkan pengetahuan tentang kemanusiaan, politik, dan juga makna tentang kehidupan. Ia menjelaskan tujuannya tidak bermaksud untuk mengkritik siapa pun di dalam novel – novelnya.

Tanpa rasa bosan, Tohari terus – menerus memberikan kontribusi dalam dunia tulis – menulis. Ia pun sempat mengikuti International Writing Program di Lowa, Amerika Serikat (AS) pada 1990. Karya – karya Tohari telah diterbitkan dalam berbagai bahasa, Bahasa Jepang, China, Belanda, dan Jerman. Untuk edisi bahasa Inggris novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, Jantera Bianglala yang diterbitkan Lontar Foundation dalam satu bukunya berjudul “The Dancer” diterjemahkan oleh Rene T.A. Lysloff. Pada tahun 2011, novel Ronggeng Dukuh Paruk ini dijadikan sebagai sebuah film berjudul Sang Penari yang disutradarai Ifa Istansyah.

Film ini memenangkan 4 piala Citra dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2011. Sampai detik ini, Ahmad Tohari masih saja menyumbangkan ide dan pikirannya untuk terus melestarikan bahasa Banyumas (Jawa) melalui tulisan – tulisannya di media lokal di Banyumas Jateng. Ia adalah sastrawan dan budayawan yang patut dihargai atas karya – karya yang telah mendunia melalui novel – novel.

Baca juga  Islam, Indonesia dan HMI: Resolusi Konflik dan Arah Kebijakan Negara Kunci Perdamaian Dunia

Era moderenisasi saat ini, masih banyak anak muda generasi ‘Z’ yang sudah tidak lagi suka dengan membaca novel, buku bahkan artikel di sebuah media (elektronik maupun cetak) yang masih ada saat ini. Di mana novel – novel menarik yang diangkat dari kehidupan masyarakat sekitar, politik, pendidikan ataupun sejarah Indonesia di masa lampau.

Generasi ‘Z’ ini dapat dikategorikan, bahwa kebiasaan untuk membaca bagi kalangan generasi ‘Z’ cenderung menurun. Sehingga menyebabkan kurangnya informasi, pengetahuan bahkan tidak mengetahui sejarah- sejarah yang ada di Indonesia maupun di dunia. Oleh sebab itu, novel – novel yang mengangkat kisah sejarah, pendidikan, politik harus lebih banyak digalakkan kembali dan disosialisasikan dengan semenarik mungkin agar kalangan muda generasi ‘Z’ menjadi tertarik untuk melestarikan dan membudayakan membaca.

Share :

Baca Juga

Advokat Kantor Hukum Tepi Barat and Associates, Rivkiyadi/Ist

Opini

Sengketa Mahasiswa Fakultas Teknik vs Kehutanan: Kegagalan Serius dalam Keamanan dan Kepercayaan di Untad
Advokat Chayadi Kantor Hukum Tepi Barat and Associates, Ruklu Chayadi/Ist

Opini

Kontroversi Pernyataan Kapolda Sulteng: Perlukah Kategori ‘Persetubuhan’ Menggantikan ‘Perkosaan’ dalam Kasus RO?
Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Badko HMI Sulteng, Moh Ridho P Hasan/Ist

Opini

Islam, Indonesia dan HMI: Resolusi Konflik dan Arah Kebijakan Negara Kunci Perdamaian Dunia
Advokat Kantor Hukum Tepi Barat and Associates, Rukly Chayadi/Ist

Opini

Ketika Pelindung Malah Jadi Predator: Perlunya Tindakan Tegas Terhadap Oknum Polisi
Ketua Umum Badko HMI Sulteng, Alief Veraldhi/Instagram @aliefvrldhi

Opini

Menag Larang Penggunaan Pengeras Suara saat Ramadan, Badko HMI Sulteng: Sesat dan Menyesatkan
Stevi Rasinta dari Perempuan Mahardhika Palu (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Opini

100 Hari Anwar-Reny: Di Mana Program BERANI untuk Perempuan dan Pekerja?
Alfandy Ahmad Eyato/Ist

Opini

Dari Pekarangan ke Perlawanan: Menolak ‘Kabupaten Sawit’ di Tojo Una-Una
Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako, Muhammad Sabri Syahrir/Ist

Opini

Refleksi Hari K3 Internasional