HARIANSULTENG.COM, SIGI – Wakil Ketua DPRD Sulteng, Aristan menyoroti proyek Jalan Lingkar Bora-Pandere di Kabupaten Sigi yang menggusur lahan dan pohon kelapa milik warga tanpa ganti rugi.
Warga Dusun 4 Saluponi, Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, mengeluhkan lahan dan pohon kelapa mereka digusur tanpa kompensasi.
Proyek Jalan Lingkar ini merupakan program Pemerintah Kabupaten Sigi yang menghubungkan Desa Bora di Kecamatan Sigi Kota dengan Desa Pandere di Kecamatan Gumbasa.
Dalam keterangannta, Aristan menegaskan bahwa pemilik lahan berhak menerima ganti rugi yang layak dan adil.
“Jadi mengherankan kalau sampai sekarang pemilik tanah belum mendapat haknya, apalagi ini tanah produktif,” ujar Aristan, Sabtu (24/05/2025).
Menurutnya, sejak penetapan lokasi proyek, pemerintah seharusnya menyampaikan informasi kepada pemilik lahan dan menetapkan nilai serta mekanisme ganti rugi.
“Sejak perencanaan, pemerintah sudah bermasalah. Karena itu, pemerintah harus bertanggung jawab dan segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan hak ganti rugi,” tegasnya.
Hal senada juga diutarakan Wakil Ketua DPRD Sigi, Ilham Lawesatu. Ia meminta agar keluhan warga segera ditindaklanjuti.
“Tidak bisa sebagian warga dapat ganti rugi, sementara yang lain tidak. Ini bisa menimbulkan persepsi,” ujarnya.
Ilham menyarankan warga menyampaikan surat resmi ke Komisi III DPRD Sigi agar persoalan ini mendapat titik terang.
“Sebaiknya warga bersurat dan minta audiensi dengan Komisi III supaya ada solusi yang jelas,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi, Wakil Bupati Sigi, Samuel Yansen Pongi, enggan menjawab dan mengarahkan wartawan untuk menghubungi Kepala Dinas PUTR Sigi, Edy Dwi Saputro.
“Untuk jalan Bora-Pandere bisa langsung komunikasi dengan Kadis PU, Pak Edi,” tulis Samuel lewat pesan WhatsApp.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas PUTR Sigi,bEdy Dwi Saputro menyatakan akan menindaklanjuti jika ada bukti valid.
“Berikan bukti siapa yang menerima ganti rugi. Kami tidak ingin menanggapi sesuatu yang bisa menimbulkan kesalahpahaman,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (22/05/2025).
Dikatakan Edy, pihaknta tidak menganggarkan dana untuk pembukaan lahan. “Kalau memang ada ganti rugi, bukan dari kami,” ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah warga mengaku tidak menerima ganti rugi meski lahan dan puluhan pohon kelapa mereka telah digusur.
Moh Rizal, pemilik lahan seluas 900 meter persegi dan puluhan pohon kelapa, mengaku tak pernah menerima kompensasi sejak pembukaan lahan pada 2018.
“Kami tidak pernah menerima ganti rugi,” ungkapnya.
Rizal juga menyebut keluarganya tidak pernah diundang dalam sosialisasi proyek tersebut.
Warga lainnya, Redi, mengalami hal serupa. Ia kehilangan lebih dari 20 pohon kelapa tanpa kompensasi.
“Kami sudah bertahun-tahun menunggu, tapi tidak ada kejelasan. Kami bingung harus ke mana memperjuangkan hak kami,” keluhnya.
Ironisnya, para warga tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan yang sudah digusur.
Berbeda dengan warga lainnya, Anbar mengaku menerima ganti rugi.
“Karena saya terus menanyakan, akhirnya saya diberi ganti rugi oleh pihak pengawas,” ungkapnya.
Anbar menunjukkan kuitansi bertanggal 30 Maret 2024 atas nama Muhtar sebagai pemberi kompensasi sebesar Rp2.750.000 untuk 11 pohon kelapa.