HARIANSULTENG.COM – Sebanyak 313 kasus kekerasan berbasis gender terjadi di Sulawesi Tengah (Sulteng) sepanjang Januari – Juli 2023.
Kota Palu menjadi daerah dengan jumlah kasus kekerasan terbanyak mencapai 65 kasus, disusul Tolitoli dan Buol masing-masing 41 kasus, serta Sigi 29 kasus.
Dari jumlah tersebut, 284 korban merupakan perempuan. Sementara 160 di antaranya adalah bentuk kekerasan seksual.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Data dan Informasi Gender dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, Sukarti.
Sukarti mengatakan, kasus kekerasan yang ditangani DP3A Sulteng pada 2023 cenderung meningkat.
Akan tetapi, kata dia, peningkatan kasus tersebut justri mengindikasikan berbagai program yang dijalankan berhasil.
“Tingginya jumlah kasus bukan berarti buruk. Sebaliknya, tingginya kasus yang masuk menandakan bahwa orang-orang yang menjadi korban berani untuk melapor. Artinya program-program dan sosialisasi yang dilakukan berjalan baik,” kata Sukarti saat ditemui, Jumat (1/9/2023).
Berdasarkan tempat kejadian, kasus kekerasan berbasis gender di Sulteng kebanyakan terjadi di ranah rumah tangga alias KDRT.
Di sisi lain, korban kekerasan di Sulteng kebanyakan dialami anak di bawah umur dengan rentang usia 0 – 17 tahun sebanyak 197 korban.
Kondisi tersebut tak jauh berbeda dibanding tahun sebelumnya. Kekerasan seksual juga mendominasi dari total 664 kasus kekerasan di Sulteng sepanjang 2022.
Sukarti menjelaskan, kasus kekerasan terlebih terhadap perempuan dan anak ini layaknya fenomena gunung es.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 1 dari 3 wanita di Indonesia menjadi korban kekerasan seksual.
Menurut Sukarti, masih banyak orang-orang yang menjadi korban kekerasan memilih enggan melapor dengan berbagai pertimbangan, mulai dari malu, faktor keluarga dan lainnya.
Olehnya, pihaknya mendorong korban kekerasan seksual tidak ragu untuk melaporkan kasusnya melalui hotline di nomor 081145604320 atau 081145604321.
“(Korban) yang tidak melapor sangat banyak. Kami berharap masyarakat yang menjadi korban tak ragu untuk melapor. Kasus kekerasan terutama terhadap perempuan dan anak bukan hanya tugas DP3A, tetapi membutuhkan peran seluruh pihak,” kata Sukarti. (Mrj)