HARIANSULTENG.COM, PALU – Nasib para korban Tsunami Palu 2018 di hunian sementara (huntara) hingga kini masih belum jelas.
Sri Tini Haris merupakan satu diantara penyintas bencana di Huntara Hutan Kota, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Wanita paruh baya itu teringat komitmen Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kebutuhan warga terdampak bencana.
“Presiden Jokowi bilang waktu di Sigi jangan persulit dan repotkan masyarakat. Kasih saja uang untuk rumah rusak berat, sedang maupun ringan. Tapi sekarang buktinya tidak ada juga,” ungkap Sri, Selasa (4/1/2022).
Selain itu, Sri menyebut kondisi huntara tempat ia tinggal saat ini sudah tidak layak huni.
Sri bersama keluarganya merupakan korban langsung dari bencana gempa, tsunami dan likuifaksi yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.
“Ini sudah 2022, mau berapa puluh tahun kami tinggal di sini. Sementara huntara sudah rusak, selokan tersumbat dan WC sudah tidak keruan,” ujarnya.
Sejak tinggal di huntara, Sri juga mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan dasar baik makanan maupun minuman.
Rumahnya di Jalan Komodo, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu sebelumnya ikut tersapu tsunami pada 28 September 2018.
“Coba masuk di dapur kami. Saya kadang dari pagi sampai sore biar satu butir nasi masuk kerongkongan tidak ada,” tuturnya.
Sri selama ini hanya menjajakan kerajinan bunga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ia pun meminta pemerintah mengizinkan warga huntara kembali ke lokasi rumah mereka sebelumnya andai tak bisa menyediakan hunian tetap (huntap).
“Pemerintah manusiakanlah kami sebagaimana manusia. Huntap ini ada atau tidak, jangan hanya mendata terus. Kalau tidak ada terus terang saja dan biarkan kami kembali ke lokasi rumah sebelumnya,” kata Sri. (Rmd)