HARIANSULTENG.COM, MORUT – Seorang buruh PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) bernama Ruly Alif Tauhid mengalami kecelakaan kerja hingga membuatnya kehilangan pergelangan tangan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, peristiwa ini terjadi ketika korban selesai melakukan aktivitas pekerjaan produksi di area tungku 23, Senin dini hari, (14/04/2025).
Kemudian seorang pekerja Tiongkok memanggil korban untuk bergeser ke tungku 22 untuk membantu persiapan pembuangan slag.
Namun sebelum melakukan pembuangan slag, korban terlebih dahulu mengisi bahan material ke dalam meriam.
Seorang pekerja Tiongkok yang berada di control room meriam tidak memberikan aba-aba ketika melakukan pengoperasian mesin meriam.
Hal ini kemudian membuat mesin meriam tersebut langsung menjepit pergelangan tangan sebelah kiri korban hingga terputus.
Dalam kacamata Walhi Sulteng, PT GNI selama ini kerap mengabaikan keselamatan dan ruang aman bagi para buruh saat bekerja.
“Kami mencatat sudah ada 8 kali kecelakaan kerja yang terjadi dalam kawasan industri pengolahan nikel sepanjang 2023. Ironisnya dalam kurun waktu dua tahun terakhir, pemerintah pusat dan daerah terkesan mengabaikan kejadian-kejadian kecelakaan ini,” ujar Manajer Kampanye Walhi Sulteng, Wandi, Rabu (16/04/2025).
Wandi meminta pemerintah bersikap tegas dan serius dalam melakukan pengawasan serta mengevaluasi perusahaan yang abai terhadap prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Tak hanya menyangkut sistem K3 yang bobrok. Walhi juga mencatat PT GNI diduga melakukan pelanggaran lingkungan
Perusahaan smelter nikel yang beroperasi di kawasan PT Stardust Estate Investment (SEI) itu melakukan aktivitas bongkar muat batu bara, serta tumpukan batu bara di dermaga.
“Selain itu aktivitas smelter dan PLTU menggunakan batu bara dalam kawasan industri pengolahan nikel berdampak pada warga Desa Tanauge, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara,” terang Wandi.
Dikatakan Wandi, warga di sekitar kawasan industri mengeluhkan batuk dan kesulitan bernafas akibat tercemarnya udara.
Air laut juga hingga berubah berwarna menjadi hitam dan berminyak yang diduga bersumber dari tumpahan batu bara dari kapal tongkang.
“Warga di wilayah pesisir yang berprofesi sebagai nelayan juga mengakui kesulitan mencari ikan. Kami menemukan fakta bahwa kondisi lingkungan baik pesisir pantai maupun sungai dalam kawasan industri pengolahan nikel PT SEI menunjukkan indikator melampaui baku mutu pada level tertentu,” pungkas Wandi.
(Red)