HARIANSULTENG.COM, PALU – Syahlan Lamporo, pengacara dari ustaz berinisial AA menyayangkan proses penetapan tersangka oleh kepolisian terhadap kliennya.
AA ditetapkan sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap santri yang berusia di bawah umur di salah satu pesantren di Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu.
Bersama anggota keluarga tersangka dan santri, Syahlan menyatakan bahwa lokasi kejadian bukan pesantren, melainkan rumah tahfidz.
Rumah tahfidz ini awalnya beroperasi di wilayah Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Namun karena terdampak banjir beberapa waktu lalu, aktivitas pengajian dialihkan di Kelurahan Buluri, Kota Palu.
“Pada 5 Januari 2023, saksi atau korban ini datang ke ustaz AA meminta untuk belajar di tempat pegajiannya klien kami. Jadi ini bukan pesantren, apalagi dibilang ilegal. Tempat pengajian ini tahfidz,” ujarnya kepada wartawan, Senin (19/6/2023).
Dikatakan Syahlan, pihaknya mempertanyakan alat bukti yang dimiliki penyidik dari Polresta Palu untuk menetapkan ustaz AA menjadi tersangka.
Jika berdasarkan bukti dari keterangan ahli yang membenarkan pengakuan korban, ia menilai benar tidaknya keterangan seseorang bisa diuji melalui alat pendeteksi lie detector.
“Sampai hari ini kami mempertanyakan alat bukti apa yang menyebabkan klien kami menjadi tersangka. Tidak ada bukti kecuali melalui lie detector, tetapi ini tidak bisa digunakan kepada anak. Silahkan tanya saksi dan santri, mereka tidak pernah melihat ada kejadian seperti yang dituduhkan,” katanya.
Sementara mengenai visum, kata Syahlan, ustaz AA awalnya ragu menerima korban untuk belajar di tempat pengajiannya.
Hal itu lantaran pada 6 Januari 2023, AA mengetahui bahwa korban sebelumnya memiliki masalah saat mondok di Kabupaten Poso.
Terlebih, ustaz AA mendapat pengakuan langsung dari pacar korban berinisial Y bahwa pernah melakukan hubungan layaknya suami istri.
Bahkan, Syahlan memiliki rekaman terkait pengakuan orangtua korban yang mengetahui sang anak berhubungan dengan pacarnya.
“Ustaz meminta pacarnya ini bertanggung jawab, niatnya ingin melindungi korban. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum adanya laporan ke polisi yang menyatakan kejadian terjadi Februari 2023,” jelas Syahlan.
Seiring berjalannya waktu, ustaz AA merasa heran ketika diminta orangtua korban untuk mengakui telah melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya.
Syahlan mengatakan, anehnya orangtua korban justru tidak pernah melaporkan Y selaku pacar anaknya kepada kepolisian.
“Kenapa kasus ini dilimpahkan ke klien kami. Orangtua korban sendiri telah mengakui hubungan anaknya dengan pacarnya, kenapa tidak ke Y, kenapa tidak diperiksa,” ujarnya.
Ia menambahkan, penyidik menetapkan ustaz AA sebagai tersangka salah satu alasannya bahwa baju korban robek.
Padahal, kata Syahlan, baju korban robek saat bertemu dengan pacar barunya berinisal D. Ia mengklaim hal itu turut dibenarkan oleh para santri.
“Kami sangat menyayangkan proses penetapan tersangka oleh Polresta Palu. Dalam Undang-Undang TPKS, selain keterangan korban juga perlu dikuatkan dengan alat bukti. Sementara alat bukti apa sehingga klien kami menjadi tersangka, tidak ada satu pun yang melihat kejadian seperti yang dituduhkan. Kami merasa terzolimi,” jelasnya.