Kritikan serupa juga dilontarkan Sekretaris Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Provinsi Sulteng, Abdee Mari.
Abdee mencontohkan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi yang terkesan sangat ekslusif dan tertutup kepada insan pers.
Ia menduga itu terjadi lantaran instansi tersebut kerap dirongrong oknum-oknum jurnalis seperti yang disinggung sebelumnya oleh Udin Salim.
“BWS sangat eksklusif itu fakta. Mereka ini termasuk sering dirongrong oknum (jurnalis) yang bawa meteran, jadi mereka khawatir. Giliran saya datang jangan-jangan dikira bawa meteran juga, padahal tidak, bawa betel,” ujarnya sambil berseloroh.
Dian, peserta dari salah satu balai PUPR di Palu berharap relasi dengan awak media dapat berjalan baik ke depannya.
Bagaimanapun juga, ia menyebut setiap instansi membutuhkan hubungan kemitraan dengan media dalam menyebarluaskan informasi ke masyarakat.
“Harus ada grup Whatsapp antara humas instansi dan media. Agar nantinya output liputan sesuai ekspektasi masing-masing. Bukan dalam artian membentuk image positif dari instansi,” ungkap Dian.
Dian menambahkan, pekerja humas seperti dirinya tidak bisa langsung memberikan informasi atau konfirmasi tanpa persetujuan pimpinan.
“Mungkin itulah yang menjadi hambatan mengapa komunikasi itu menjadi ribet. Humas tidak bisa memberikan informasi karena informasi yang aktual itu langsung dari sumbernya, misalnya kepala balai,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan PMU Cipta Karya-CSRRP, Ulfa mengklaim hubungan dengan media di Kota Palu selama ini berjalan baik.
Selain rutin mengadakan media gathering, pihaknya juga biasa menggelar pelatihan jurnalistik di 10 balai di lingkungan Cipta Karya.
“Kerja sama kami dengan awak media sangat baik. Kami biasa mengadakan media gathering, press conference dan pelatihan bagi jurnalis,” kata Ulfa. (Red)