HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – Proyek hilirisasi nikel yang menjadi penopang utama ekonomi Kabupaten Morowali, berbalik menjadi pasar potensial bagi pengedar narkoba.
Dalam dua pekan terakhir, Polda Sulteng berhasil menggagalkan dua kasus penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 24 kilogram (kg).
Pengungkapan pertama dilakukan pada 8 April 2025 dengan tersangka MZ, yang kedapatan membawa 4 kg sabu asal Malaysia untuk dibawa ke Kota Palu.
Dirresnarkoba Polda Sulteng, Kombes Pribadi Sembiring mengaku pihaknya sedikit ‘kecolongan’ karena sabu yang ingin diedarkan mencapai 20 kg.
“Ternyata awalnya 20 kg juga. Karena mungkin kami terlambat, jadi hanya dapat 4 kg. Dari hasil ini kemudian kami kembangkan dan berhasil mengamankan 20 kg (pengungkapan kedua), ungkap Sembiring dalam jumpa pers, Selasa (22/04/2025).
Polda Sulteng menyatakan 16 kilogram sisa sabu dari kasus pertama dicurigai telah beredar ke sejumlah daerah termasuk Morowali.
Di tengah gencarnya investasi dalam sektor nikel dan masifnya orang yang masuk ke Morowali untuk bekerja, akhirnya dimanfaaatkan untuk mengedarkan narkoba di sekitar kawasan industri.
“Seiring berkembangnya industri juga membuat kebutuhan terhadap narkoba sangat tinggi. Peredaran narkoba di Morowali ini luar biasa,” tutur Sembiring.
Cerita pekerja PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang beroperasi Kecamatan Bahodopi, menguatkan peredaran narkoba yang menyasar kalangan buruh.
Ia menilai peredaran dan penyalahgunaan narkotika sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, buruh pabrik ditawari menjadi kurir.
“Banyak ditawari menjadi kurir. Teman saya sesama pekerja ditawari menjadi kurir sabu. Karena bayarannya lebih tinggi dari gaji yang ia terima, maka penawaran itu ia ambil dan keluar dan pekerjaannya,” kata seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya, Rabu (23/04/2025).
Sumber tak mengetahui pasti upah sang kurir setiap kali pengantaran. Namun pembayarannya dikenakan per paket.
“Secara nominal saya tidak tahu. Saya tidak pernah menanyakan dan mencampuri juga. Seingatku bayarannya dihitung per paket. Ia hanya mengedarkan di Bahodopi” ucapnya.
Potret serupa juga terjadi di lingkar PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) di Kecamatan Bungku Barat.
Pembangunan kawasan IHIP rencananya akan berdiri di atas lahan seluas 20.000 hektare, atau lima kali lebih luas dari IMIP.
Sebagian besar buruh IHIP disebut-sebut juga menjadi korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang.
Seorang pemuda menyaksikan sendiri bagaimana merebaknya praktik terlarang ini di kalangan teman-temannya yang bekerja di IHIP.
“Mereka menggunakan sabu karena sering begadang. Ada teman saya selama bekerja mengonsumsi sabu, pas keluar ia berhenti,” ungkap sumber.
Seorang warga Bungku Barat bahkan menganggap masalah peredaran narkoba di wilayahnya sudah dalam fase darurat.
“Waduh kalau di sini bukan marak lagi, tapi sudah darurat. Rata-rata memang pekerja. Coba saja identifikasi di kampung saya, mungkin cuma keluarga saya yang negatif hehe,” ucapnya berkelakar.
“Motifnya beda-beda. Mereka yang memakai narkoba karena tekanan kerja atau sekedar hura-hura. Ada juga biar dipandang dan disegani karena dianggap ‘preman’,” ujarnya menambahkan.