HARIANSULTENG.COM – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid baru-baru ini menunjukkan kemarahan secara terbuka setelah mengetahui penebangan satu pohon di depan rumah jabatannya.
Reaksi keras itu langsung disampaikan Anwar Hafid dengan memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas siapa pun pihak yang bertanggung jawab.
“Tolong cari siapa yang menebang pohon depan rujab. Siapa pun pelakunya, apakah Balai Jalan, PLN, atau pihak lain, wajib mengganti. Ini tidak bisa ditolerir,” tegas Anwar, Jumat (19/12/2025).
Sikap tegas tersebut menuai beragam respons publik. Sebagian pihak memuji kepedulian dan empati Anwar Hafid terhadap lingkungan.
Namun, tidak sedikit pula yang justru menyoroti kontradiksi sikap itu dengan rekam jejak kebijakan lingkungan semasa dirinya menjabat bupati Morowali.
Pasalnya, saat menjadi orang nomor satu di Morowali selama dua periode sejak 2007 hingga 2018. Anwar Hafid menikmati kewenangan penuh menerbitkan izin tambang selama sekitar tujuh tahun lamanya.
Sepanjang periode tersebut, aktivitas industri ekstraktif berkembang pesat dan berdampak signifikan terhadap kawasan hutan.
Merujuk data Global Forest Watch, Morowali kehilangan 100 ribu hektare tutupan pohon selama kepemimpinan Anwar Hafid.
Dari angka tersebut, 58 ribu hektare di antaranya merupakan hutan primer basah yang mustahil tumbuh dalam waktu singkat.
Kondisi ini selaras dengan derasnya penerbitan usaha jasa pertambangan (IUP) Bumi Tepe Asa Maroso, julukan Kabupaten Morowali.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terjadi lonjakan jumlah IUP pada masa Anwar Hafid dari awalnya 120 IUP membengkak menjadi 183 IUP.
Koordinator Jatam Sulteng, Moh Taufik menilai kemarahan gubernur seharusnya tidak berhenti pada penebangan satu pohon di depan rumah jabatan.
“Kemarahan itu semestinya juga ditujukan pada pembabatan hutan secara masif akibat aktivitas tambang. Penebangan pohon dalam skala besar ini justru berpotensi menimbulkan bencana,” ujar Taufik, Minggu (21/12/2025).
Ia menambahkan, deretan bencana ekologis yang selama ini terjadi di Morowali dan sekitarnya tidak lepas dari imbas hilangnya tutupan hutan.
“Kami menilai berbagai bencana ekologis yang terjadi merupakan dampak langsung dari hilangnya kawasan hutan yang dirambah untuk kepentingan pertambangan,” kata Taufik.
Redaksi sudah berulang kali menghubungi Anwar Hafid terkait kontradiksi sikapnya tersebut, tapi tak mendapat respons hingga berita ini terbit.
(Red)














