HARIANSULTENG.COM, MOROWALI – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung perjuangan warga yang menolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Walhi menganggap aksi demonstrasi di Kantor Bupati Morowali, Selasa (18/7/2023), sebagai reaksi warga yang khawatir lantaran akan mengancam dan merusak lingkungan, serta kehidupan sosial ekonomi.
“Kami mendukung sikap warga Bungku Tengah yang tergabung dalam Aliansi Tepeasa Moroso melakukan aksi menolak IUP Mineral Morowali Indonesia (MMI), Delapan Inti Power (DIP) dan Sugico Pendragon Energi (SPE) dan meminta untuk IUP-nya dicabut,” kata Direktur Walhi Sulteng, Sunardi Katili dalam kererangan resminya.
Sunardi menilai kekhawatiran warga terhadap dampak aktivitas pertambangan di Morowali sangatlah mendasar.
Sebab, di wilayah itu terdapat dua kawasan industri terbesar di Indonesia, seperti Indonesia Morowali Industri Park (IMIP), dan Stardust Estate Invesment (SEI) di Morowali Utara.
Kedua kawasan ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah ditetapkan Presiden Jokowi.
Namun aktivitas industri pertambangan ini diduga telah memberikan dampak kerusakan lingkungan dan kehidupan para petani serta nelayan di wilayah pesisir.
“Tidak hanya itu, debu PLTU batu bara serta smelter pengolah ore membuat hujan asam dan pencemaran udara berpengaruh kesehatan saluran pernapasan warga serta ancaman penyakit lainnya. Begitu juga endapan dari pengelolaan ore jika terbawa air saat hujan membuat sungai keruh dan ancaman banjir setiap intensitas hujan tinggi melanda,” ungkap Sunardi.
Belum lagi, kata dia, air bersuhu panas limbah dari smelter jika di buang ke laut bisa merusak terumbu karang dan ekosistem laut.
Hal ini praktis membuat ikan tidak akan hidup sehingga berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan nelayan.
“Ancaman tumpahan batu bara ke laut dari tongkang yang hilir mudik mengganggu aktivitas nelayan, juga permasalahan saat pembangunan sarana prasarana kawasan industri dan jeti diduga merampas wilayah tanah warga yang berjarak dari kawasan PLTU batu bara sekitar 500 meter sampai 700 meter dari pemukiman warga,” ujarnya.
“Situasi ini tentunya tidak diinginkan warga di Kecamatan Bungku Tengah Desa Bente, Desa Bahomoleo, Desa Bahomohoni dan Desa Bahomante yang hanya berjarak 4.000 meter dari wilayah-wilayah IUP tersebut,” pungkas Sunardi. (Bal)