Satgas Madago Raya kala itu masih harus mengejar sekitar 13 DPO. Berbulan-bulan berlalu, jebolan Akmil 1991 itu mengakui sempat kewalahan untuk mengejar kelompok MIT.
Farid berencana menambah pos sekat guna mempersempit ruang gerak Ali Kalora Cs. Namun, dirinya tak lagi memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan pasukan.
Rambo seketika menjawab. Jawaban yang bisa menutupi segala galau dan kacau yang meneror perasaan sahabatnya.
“Saya ingin pos sekat ditambah. Saya punya pasukan, tetapi tidak punya dana untuk memberi mereka makan. Di sinilah luar biasanya abang saya. ‘Pak danrem nggak usah pusing, saya punya uangnya. Besok buat posnya, saya danai semuanya’,” tutur Farid menceritakan percakapannya dengan Rambo kala itu.
Rambo mengucurkan dana pribadi untuk menambah pos sekat dari 11 menjadi 43 sesuai rencana Farid Makruf.
Dengan penambahan tersebut, Satgas Madago Raya kian gencar untuk memburu sisa-sisa kelompok MIT. Hasilnya dalam kurun waktu 3 bulan, sejumlah DPO berhasil dilumpuhkan.
Farid mengaku sedih ketika mengetahui Rambo harus pensiun dan bergeser dari Sulawesi Tengah. Padahal, ia meyakini Ali Kalora tak lama lagi akan menyusul rekan-rekannya yang lebih dulu dilumpuhkan.
“Saya menyurat kepada kapolri, minta beliau (Rambo) diperpanjang. Sayangnya kapolri tidak mengabulkan, saya sedih sekali ditinggalkan oleh beliau. Dan betul hanya selang 17 hari setelah pensiun, Ali Kalora tertembak,” ungkapnya.
Begitu Farid selesai bercerita, tepuk tangan hadirin bergemuruh beberapa saat lamanya di Ballroom Hotel Best Western.
Di area pintu masuk hotel, dipajang beberapa potret kebersamaan Farid dan Rambo. Duduk dan memasak bersama pasukan, menerobos sungai,
hingga menyusuri hutan sambil menenteng senjata.
Sementara itu, Rambo mengawali ceritanya soal asal muasal nama Operasi Madago Raya. Sandi ‘Madago Raya’ diambil ketika ia berkunjung menemui Pendeta Rinaldy Damanik dan Ustaz Adnan Arsal di Tentena, Kabupaten Poso.
Ketika itu ia melihat tulisan ‘Madago Raya’ pada sebuah papan. Nama inilah yang diambil untuk melanjutkan operasi pengejaran MIT yang semula bernama Operasi Tinombala.
“Kala itu sata istirahat di suatu tempat. Ada tulisas di sebuah papan, tertulis Madago Raya. Saya tanya staf saya apa artinya tulisan itu? Artinya Baik Hati, bahasa Pamona. Sehingga operasi berikutnya digantk menjadi Operasi Madago Raya,” ucap Rambo.
Meski anggota MIT dipastikan telah habis, Operasi Madago Raya tetap dilakukan hingga saat ini untuk memulihkan kondisi masyarakat di segala bidang.
Salah satu fokus operasi yakni pada kegiatan-kegiatan deradikalisasi dan kontra radikalisme untuk mencegah adanya simpatisan atau pihak yang kembali melakukan aksi terorisme.
Sinopsis Buku Poso di Balik Operasi Madago Raya
Buku ini ini ditulis oleh Jafar G Bua dan penulis buku Kopassus 1 dan Kopassus 2, EA Natanegara.
Jafar G Bua adalah mantan Produser Lapangan CNN Indonesia di Sulawesi Tengah dengan segudang pengalaman liputan termasuk liputan konflik sosial dan terorisme di Poso.
Menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Tadulako ini, Poso di Balik Operasi Madago Raya memang didedikasikan untuk masyarakat umum dimana kisah-kisah operasi TNI dan Polri di Poso bukanlah operasi yang ringan.