Mereka menekankan pentingnya pengakuan hak masyarakat lingkar tambang serta keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam di Poboya.
Setelah berorasi di depan kantor CPM sekitar dua jam tanpa ada pihak perusahaan yang keluar menemui massa, peserta aksi bergerak ke arah utara.
Warga memblokade akses menuju kantor dan pabrik CPM. Jalan yang diblokade disebut merupakan lahan leluhur yang selama ini dipinjamkan kepada perusahaan untuk dilintasi.
“Karena CPM tidak punya hati nurani, maka kami ambil tindakan ini,” ujar seorang warga.
Selain itu, massa juga menyatakan akan mendirikan tenda di jalan-jalan akses CPM sebagai bentuk protes lanjutan.
“Dulu kita dijajah 350 tahun oleh imperialisme, tapi tidak diperlakukan seperti ini. Ini CPM sangat keterlaluan,” kata Tezar Abdul Gani dalam orasinya.
Sofyan Aswin turut menyampaikan pernyataan keras. Ia meminta CPM tidak mempermainkan masyarakat lingkar tambang dan segera memberikan kepastian terkait penciutan lahan konsesi.
“Kita akan melakukan rapat besar malam ini. Kita akan tentukan sikap. Demi tanah leluhur, saya siap mewakafkan diri dalam perjuangan ini,” tegas Sofyan.
Para tokoh adat menilai bahwa penetapan WPR dapat menjadi jalan keluar untuk meredam konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan.
Dengan adanya WPR, masyarakat diharapkan dapat melakukan aktivitas pertambangan secara legal dan terkontrol, sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga setempat.
(Fat)














