HARIANSULTENG.COM, PALU — Mahkamah Konstitusi melalui keputusan No. 103/PUU-XXI/2023 tanggal 29 Agustus 2024 telah memperpanjang masa pengajuan kompensasi bagi korban terorisme menjadi 22 Juni 2028.
Keputusan tersebut merupakan angin segar. Sebelumnya batas pengajuan kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban terorisme di Indonesia hanya berlaku hingga 22 Juni 2021. Ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang membatasi pengajuan kompensasi hanya tiga tahun setelah undang-undang tersebut disahkan.
Akibatnya banyak dari korban yang tidak mendapatkan kompensasi dari negara. Minimnya batas waktu tersebut juga menyulitkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Kedua lembaga tersebut tak punya cukup banyak waktu menyampaikan informasi kepada para korban di seluruh Indonesia agar dapat mengajukan bantuan dan kompensasi kepada negara.
“Memang layanan ataupun perlindungan yang kami berikan secara maksimal tidak mampu menghapus secara menyeluruh penderitaan yang dialami korban. Tapi adanya hal ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam memberi perlindungan atau rasa aman,” kata Wakil Ketua LPSK Mahyuddin dalam konferensi pers di Tanaris Cafe, Palu, Selasa (24/6/2025).
Nilai kompensasi terbagi dalam beberapa tingkatan tergantung seberapa besar dampak yang dialami korban. Untuk luka ringan mendapatkan kompensasi Rp75 juta, luka sedang Rp115 juta, luka berat Rp210 juta, dan meninggal dunia Rp250 juta.
Untuk menentukan derajat atau tingkatan luka, LPSK bekerja sama dengan Persatuan Dokter Forensik Indonesia. Selain korban yang mengalami dampak fisik, LPSK juga menyediakan layanan untuk pemulihan kesehatan maupun psikologis. Seluruhnya dilakukan dengan pendataan dan penilaian terlebih dulu.
Sebelum perpanjangan waktu pengajuan kompensasi, LPSK telah menyalurkan lebih dari Rp23 miliar kepada 142 korban langsung terorisme masa lalu yang ada di Sulawesi Tengah. Terdiri dari 45 ahli waris untuk korban meninggal dunia, 21 luka berat, 64 luka sedang, dan 12 luka ringan.
Alur pengajuan kompensasi dapat dilakukan dengan mengunduh formulir yang di sediakan oleh BNPT melalui laman resminya, bnpt.co.id atau via akun BNPT di Instagram.
Setelah berkas yang diajukan telah terverifikasi, maka surat penetapan korban diterbitkan dan korban boleh mengajukan kompensasi kepada LPSK.
Pasalnya surat penetapan korban yang dikeluarkan oleh BNPT merupakan salah satu syarat formal dari layanan kompensasi yang dikeluarkan oleh LPSK.
“Korban dalam hal ini adalah orang yang menderita fisik, mental, maupun kerugian lainnya akibat peristiwa tindak pidana terorisme,” jelas Rahel, Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT.
Sejauh ini LPSK dan BNPT masih bertumpu pada para penyintas yang telah menerima kompensasi untuk ikut serta dalam menjaring korban lainnya. Mereka berharap pemerintah daerah juga ikut serta dalam mengabarkan hal ini, agar para korban bisa mendapatkan haknya selaku korban tindak pidana terorisme.
(Mawan)