HARIANSULTENG.COM, PALU – Publik baru-baru ini dihebohkan dengan proses pengukuhan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Tingkat Pusat 2024.
Sejumlah anggota Paskibraka yang diketahui mengenakan hijab justru melepas jilbab saat dikukuhkan Presiden Jokowi pada 13 Agustus 2024.
Hal itu sontak menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan tak terkecuali Rukly Chahyadi, mantan Paskibraka Nasional tahun 1999 asal Sulawesi Tengah (Sulteng).
Rukly menyayangkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) meniadakan pengenaan jilbab bagi Paskibraka putri.
“Ini jelas tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan nilai-nilai kemerdekaan, keberagaman, dan kebebasan beragama yang dijunjung tinggi di Indonesia,” ujarnya, Kamis (15/8/2024).
Jebolan Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu menjelaskan bahwa kebijakan tersebut melanggar hak konstitusional warga negara yang dijamin UUD 1945 dan peraturan terkait hak asasi manusia.
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah perjuangan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan dan diskriminasi.
Nilai-nilai luhur seperti toleransi, keberagaman, dan kebebasan beragama menjadi fondasi berdirinya negara Indonesia yang merdeka.
Sayangnya, tindakan mewajibkan peserta Paskibraka perempuan untuk menanggalkan jilbab justru mencerminkan praktik diskriminasi yang bertentangan dengan semangat kemerdekaan. Artinya masih ada upaya untuk membatasi kebebasan beragama dan berekspresi bagi warga negara,” terang Rukly.
Sebagai mantan anggota Paskibraka, ia memahami acara Paskibraka merupakan simbol kebanggaan dan nasionalisme bagi bangsa Indonesia.
Namun, justru dalam acara tersebut, seharusnya momen pengukuhan Paskibraka dapat menunjukkan keberagaman dan kesetaraan yang menjadi ciri khas Indonesia yang merdeka.
Rukly berharap pemerintah melalui BPIP sebagai penyelenggara dapat meninjau ulang kebijakan ini dan membuka ruang yang lebih luas bagi peserta Paskibraka untuk tetap mengenakan atribut keagamaan mereka.
Ia menekankan kemerdekaan Indonesia juga berarti kebebasan bagi seluruh warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya tanpa diskriminasi.
“Kemerdekaan Indonesia yang kita rayakan setiap tahun harus dimaknai sebagai kebebasan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi wanita berhijab. Jangan sampai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila berubah menjadi ‘Badan Perusak Ideologi Pancasila’,” pungkas Rukly.
(Red)