HARIANSULTENG.COM, PALU – Ketegangan di pertambangan emas Poboya, Kota Palu, dianggap tidak terlepas dari perubahan direksi PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Hal itu diutarakan mantan Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR), Muh Masykur dalam keterangan resminya, Kamis (13/02/2025).
Anak usaha BRMS, PT Citra Palu Minerals (CPM), beberapa kali mendapat protes dari masyarakat dalam aksi unjuk rasa.
“PT CPM yang semula berjalan dengan lancar di bawah manajemen Bakrie Group, kini tengah terjebak dalam konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang semakin parah sejak diambil alih oleh Antony Salim dan Macmahon pada 2023,” ungkap Masykur.
Menurut Masykur, selama di bawah bendera Bakrie Group, keberadaan CPM mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat setempat.
Namun, kata dia, keadaan beberapa waktu terakhir berubah total sejak terjadi perombakan direksi BRMS dan perubahan manajemen CPM.
Kebijakan perusahaan yang diterapkan selama ini dinilai lebih mengutamakan keuntungan tapi mengorbankan lingkungan dan masyarakat setempat.
Masykur mencontohkan keberadaan kontraktor Macmahon dari Australia kini menggeser kontraktor lokal yang selama ini melakukan aktivitas pendukung usaha pertambangan.
Padahal, menurut Masykur, PT CPM dulunya memberi ruang bagi masyarakat lokal dan bekerja sama dengan pemerintah daerah.
“Sejak Anthoni Salim masuk dan menggantikan manajemen dengan menunjuk Agus Projosasmito sebagai Direktur BRMS dan Charles Daniel Gobel mengendalikan PT CPM, segalanya berubah. Kini masyarakat tidak lagi dipandang penting,” ujarnya.
Ia memandang keputusan ini membawa dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat Poboya dan sekitarnya.
Tidak hanya pekerja lokal yang kehilangan pekerjaan, aktivitas CPM di Poboya berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif dengan rencana tambang bawah tanahnya.
Satu sisi, CPM masih teguh pada kebijakan ‘eksploitatifnya’ dan terkesan tidak menghiraukan protes masyarakat.
“Jika tidak ada perubahan segera, konflik ini berpotensi semakin membesar dan berdampak buruk. Oligarki Salim yang dulunya hanya memikirkan laba, kini harus menghadapi kenyataan bahwa tanpa pendekatan yang berkeadilan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat lokal, CPM berisiko kehilangan dukungan yang telah mereka bangun bertahun-tahun,” jelas Masykur.
(Red)